"Jadi kalau swasta, bisa aja diatur kerja mulai jam 10, tapi anak sekolah mulai jam 7 pagi, pegawai negeri bisa kerja mulai jam 9, jadi orang tidak keluar serentak numplek di jalanan," tuturnya.
"Yang kedua, bisa diterapkan misalnya, kendaraan tidak boleh masuk di Jalan Gatot Subroto, Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangarajam Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Veteran, dan situ semua, kecuali kita pakai sticker," katanya.
"Sticker itu akan dijual lima ratus ribu (rupiah) atau sejuta, beli sticker itu dispakati DPRD, uang itu masuk APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) DKI, dengan masuk APBD itu, APBD mem-planning untuk mem-financing transport yang massal," ujarnya.
"Sehingga dalam waktu enam bulan itu, kita bisa announce, mulai hari ini tarif TransJakarta turun 50%, enam bulan kemudian turun lagi, sampai satu tahun, gratis. Jadi sistematik, dengan itu kita mulai membatasi kendaraan," tambahnya.
Bila Yusril punya "jurus" pengaturan jam kerja dan sticker berbayar, Balon Gubernur DKI Jakarta, Biem T. Benyamin berpendapat, bahwa solusi kemacetan, yaitu kendaraan umum berbasis rel.
Benyamin Sueb
Lebih jauh putra Budayawan Betawi, Benyamin Sueb itu menjelaskan, proyek mono rel yang tidak jadi dibangun, harus segera dibangun kembali, karena kendaraan umum berbasis rel, pada umumnya melintas di jalur khusus, yang relatif tanpa hambatan, seperti kereta api.
"Ya solusinya salah satunya yang sedang dibuat ini (MRT), dan itu kan, siapapun gubernurnya, ya ini kan proyek pemerintah pusat, kita dukung itu," ucapnya, di Kantor Tribunnews, Jl. Palmerah Barat, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
"Selebih itu juga, harus menambahkan, bagaimaana nanti memindahkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke moda transportasi umum," katanya.
"Selain itu, kemudian yang monorel, yang pakai rel itu kan bagus bagus yah, harus juga per cepat, ya artinya dia banyak ngangkut, lebih cepat, jadi kan mobilitasnya lebih cepat," tambahnya. (*)