Laporan Wartawan Surya, Pipit MaulidiyahÂ
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Suara isak tangis perempuan terdengar lantang di depan IRNA Anak Rumah Sakit DR Soetomo Surabaya, Rabu (17/8/2016).
Seorang perempuan paruh baya itu, selonjor di lantai bersama sejumlah berkas yang berserakan di samping kanannya.
Sambil memukul kepala dan dadanya sendiri ia berteriak tidak rela cucunya meninggal.
"Setor nyawa ke sini. Cucuku meninggal karena kami menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Semua orang di sini tidak berkemanusiaan. Dia ke sini hidup sehat, sekarang tanpa nyawa," ucapnya lantang dan terisak.
Beberapa keluarganya mendekapnya erat takut terjadi apa-apa.
Azizatun Khoiroh (21), ibu si bayi (Muhammad Zafran) yang telah wafat hanya menangis di depan pintu IRNA Anak, melihat mertuanya tak berdaya.
Melihat kondisi ibunya, Muhammad Royhan (24) sang suami Azizatun segera menjelaskan kepada awak media yang datang, agar kejadian ini tak terulang.
"Anak saya lahir prematur Senin (15/8/2016) di Rumah Sakit Ibu dan Anak (IBI) Jalan Raya Dupak. Karena kondisinya prematur dan alat di sana tidak lengkap, pihak rumah sakit IBI merujuk kami ke RS DR. Soetomo. Faktor biaya juga, kami di IBI baru 2 hari sudah kena Rp 3,5 Juta, atas rujukan IBI ke sini supaya lebih murah. Kok malah seperti ini," terangnya.
Royhan melanjutkan usai medapatkan surat rujukan dirinya mendaftar sebagai pasien dengan SKTM.
Menunggu lama di IRD mulai pukul 16.00 WIB anaknya baru dilayani dan dimasukkan ruang IRNA Anak pukul 21.00 WIB.
"Karena kondisi anak saya sehat waktu itu berat badannya 1.760 gram dan panjangnya 46 cm, dia juga bisa menangis. Makanya pihak rumah sakit RS DR Soetomo beralasan anak-anak yang kondisinya gawat didahulukan," ujarnya.
Saat di ruang IRNA, Royhan mengantarkan bayinya masih sehat dan bergerak.
Ia melihat anaknya diletakkan di atas sebuah boks bayi atau temperatur kontrol.
Usai anaknya diletakkan di tempat itu, Royhan mendapatkan anjuran dari staf atau perawat yang ada untuk meninggalkan bayinya pulang.
"Saya disuruh pulang, mereka bilang sudah pak bisa pulang nanti kalau perlu ASI kami beri kabar. Lalu saya pulang. Hari ini jam 08.00 WIB saya ditelepon pihak rumah sakit mereka bilang anak saya kondisinya darurat," kisahnya.
Sampai di rumah sakit pukul 09.00 Royhan sudah melihat anaknya tak bernyawa di atas boks yang sama seperti tadi malam ia mengantar.
Anaknya lemas terkulai, namun pihak rumah sakit tidak memberikan konfirmasi apapun.
"Salah seorang staf mengatakan anak bapak tidak bisa bernafas, badannya dingin, lalu kuning-kuningan. Dia hanya bilang begitu, tidak mengatakan apa-apa."
"Saya curiga anak saya tidak diletakkan di insulator seperti anak yang terlahir prematur lainnya. Buktinya dia di boks yang sama seperti yang saya lihat semalam," ujarnya menahan tangis.
Atas kejadian ini pihak keluarga Royhan tak terima.
Beberapa anggota datang untuk meminta kejelasan mendatangi IRNA Anak.
Belum lagi, ibunda Royhan yang syok dengan kejadian itu tak berhenti berteriak mengancam.
Royhan sebagai ayah almarhum Zafran menuturkan akan mengusut tuntas ketidak adilan yang anaknya terima.
"Saya akan tuntut pihak rumah sakit atas kelalaian ini. Saya tidak mempersoalan anak saya meninggal, itu sudah takdir. Tapi saya nggak terima cara dia mati seperti ini, seolah-olah disia-siakan," tegasnya. (*)