Menurutnya, menjadikan Dolly sebagai kampung batik harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.
Pasalnya, tidak jarang mantan mucikari atau warga sekitar hanya mengikuti khursus di awal dan enggan meneruskannya.
"Menyatukan banyak karakter itu kan susah, jadi sekeras apapun mereka untuk dipaksa pelatihan tapi kalau tidak mau, ya bakal tidak mau. Tapi, kalau begini kan enak, mereka sendiri yang meminta. Kami akan fasilitasi mereka namun tetap dengan syarat, kalau mereka sungguh-sungguh mau berubah," tegas Yunus.
Sementara itu, Sunarti seorang mantan mucikari yang tinggal di Putat menuturkan, dengan adanya pembekalan membatik ia dapat menyambung hidupnya pasca wisma nya ditutup oleh Pemkot Surabaya.
Belajar bersama warga dan mantan mucikari lainnya di Gang Putat 8B inilah, perempuan 53 tahun memukai karir bisnis usaha membatiknya.
"Dulu ditawari mau ikut pelatihan apa, saya bingung. Semua saya coba, muaki memasak, menjahit, membatik. Dan alhamdulillah cocok di batik, makanya saya teruskan sampai sekarang," katanya kepada Surya.
Sunarti juga menyambut baik cita-cita Yunus, yang ingin menjadikan Gang Dolly sebagai kampung batik. Dengan begitu, semua warga akan memperoleh pekerjaan dari membatik dan memperoleh penghasilan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
"Saya sangat setuju kalau semua diajari membatik seperti ini, karena memang keuntungan dari mbatik besar. Contohnya waktu pameran, kita selalu diajak pak camat buat unjuk kebolehan, dan saya senang sekali," tandasnya. (*)