Informasi yang dihimpun Tribun, bedeng milik warga itu berdiri di atas tanah milik pemerintah Kota Bandung.
Rencananya di atas tanah tersebut akan didirikan apartemen rakyat. Namun, mereka mendirikan bedeng setelah rumahnya dibongkar paksa pada Agustus 2015.
Mereka menolak relokasi karena beberapa alasan sehingga memilih bertahan dan mendirikan bedeng. Satu di antaranya penggantian ganti rugi terhadap rumah mereka pada pembongkaran pertama.
Warga sempat memprotes pembongkaran tersebut. Sebab mereka tak mendapatkan pemberitahuan tentang pembongkaran itu. Padahal banyak anak, balita, dan orang tua yang tinggal di bedeng tersebut.
"Kami diberitahunya malam, ini tidak manusiawi," kata Tuti (56), warga yang terdampak pembongkaran tersebut.
Hingga berita ini ditulis, pembongkaran masih dilakukan. Ratusan personel Satpol PP Kota Bandung, Polri, dan TNI terlibat dalam pembbongkaran tersebut.
Pembongkaran tersebut dipimpin Kepala Satpol PP Kota Bandung, Eddy Marwoto.(*)