"Saya tidak pernah menari bersama penari difabel dan kerap mempertanyakan diri sendiri apakah saya mampu melakukannya atau tidak. Awalnya saya merasa tidak mampu mengajar tari teman-teman kita yang difabel," ujar Mariska Febriyani, seorang pendiri Ballet ID.
Lewat tari CANdoDance, para penari tuli tidak hanya mendapatkan kesempatan unjuk kemampuan. Keterbatasan mereka juga jadi pelajaran berharga bagi penari nondifabel, Kojack, dan Ballet ID.
"Saya ingin dapat pengalaman menari dengan orang dengar, belajar bagaimana caranya beradaptasi, serta cara berkomunikasi dengan orang dengar," kata Hasna lewat bahasa isyarat kepada temannya.
"Saya baru tahu mereka ingin dipandang normal. Selama ini banyak orang memandang mereka tidak normal. Mereka sebenarnya normal, namun tidak bisa mendengar. Mereka bilang ke saya untuk tidak dipandang tidak normal. Sebenarnya mereka tersinggung kalau dianggap tidak normal," ujar Kojack.
Mariska menuturkan pengalaman bersama penari-penari difabel juga jadi pengalaman bagi Ballet ID. Mereka jadi belajar cara memfasilitasi mereka apa saja yang mereka butuhkan. Misalnya, penerjemah bahasa isyarat.
"Sebenarnya kami jadi sama-sama belajar. Saya awalnya bingung menyebut mereka tuli atau tunarungu. Mereka justru lebih memilih disebut tuli daripada tuna rungu," tutur Mariska yang pernah menampilkan karya seni panggung seniman difabel internasional di Inggris.
Gala Balet Indonesia II: An Inclusive Dance Event tak hanya menampilkan tarian CANdoDANCE. Ajang ini juga akan menampilkan penari-penari internasional difabel dan nondifabel dari negara-negara seperti Australia, Prancis, Korea Selatan, dan Italia.
Gala Balet Indonesia II: An Inclusive Dance Event digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 23 September 2017.
Pertunjukan digelar dua kali, siang dan malam. Penjualan tiket early bird dibuka mulai 10 Juli 2017 sampai Rabu 10 Agustus 2017 lewat www.loket.com.