Sejumlah Warga Indonesia Merasa 'Serba Salah' Mendukung Palestina di Australia
Sejumlah warga Indonesia ikut serta aksi solidaritas untuk Palestina yang digelar di Melbourne, Minggu kemarin. Tapi mereka mengaku…
Sementara di Sydney, aksi solidaritas digelar di Hyde Park, meski kepolisian New South Wales tidak mengeluarkan izin bagi warga untuk melakukan march atau berunjuk rasa sambil berjalan.
Dalam unjuk rasa di Sydney, Fahad Ali, salah satu penyelenggara, mengatakan "dunia tidak lagi bisa menutup mata" atas apa yang terjadi di Gaza.
"Para pemimpin di New South Wales mengatakan jangan ikut unjuk rasa ini. Tapi, nyatanya ada ribuan orang di sini."
Suar menyala di kerumunan pengunjuk rasa Melbourne
Di Melbourne, para pengunjuk rasa berjalan bersama dari State Library Victoria menuju pusat kota dan gedung parlemen dengan dikawal polisi.
"Kami akan tetap menyampaikan solidaritas, kami akan terus hadir dan berdiri bersama kalian, saudara-saudara kami di Gaza, sampai dibebaskan," ujar salah satu pembicara di acara unjuk rasa.
Pernyataan ini disambut sorakan yang menyerukan pembebasan Palestina.
Mereka menyampaikan kekhawatiran atas serangan dan blokade yang diberlakukan di Gaza.
Walaupun unjuk rasa berlangsung secara damai, sebuah rekaman dari helikopter menunjukkan sempat ada insiden saat flare atau suar dinyalakan salah satu peserta unjuk rasa.
Sempat terjadi cekcok antara polisi dengan beberapa warga, saat anggota polisi mencoba memadamkannya.
Dalam pidato terakhir kepada pengunjuk rasa di luar parlemen, seorang perempuan asal Palestina mengatakan ia merasa "sakit, marah, dan dikhianati."
Kerumunan orang tersebut juga meneriakkan 'shame', atau memalukan, kepada Israel.
Kepolisian Victoria dalam pernyataannya mengatakan unjuk rasa di Melbourne berlangsung tanpa insiden besar.
"Prioritas utama kami adalah menjaga kedamaian untuk memastikan kalau aksi ini tidak memengaruhi keselamatan masyarakat luas," ujarnya.
"Kami akan terus membangun komunikasi dengan semua warga yang punya ketertarikan dengan kejadian di Timur Tengah."