Ini Hambatan Terbesar Jepang Jika Ingin Berinvestasi di Indonesia
September tahun lalu jelas sekali kebencian orang China kepada Jepang. Banyak toko dan pabrik dirusak
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - September tahun lalu jelas sekali kebencian orang China kepada Jepang. Banyak toko dan pabrik dirusak, termasuk konsul jenderal dan kedutaan Jepang di China dilempari sampah, benda-benda yang tak benar ke sana. Meskipun demikian perusahaan Jepang tetap memusatkan perhatian berinvestasi ke Cina hingga saat ini.
Perusahaan Jepang hingga kini tetap ingin investasi ke luar Jepang (69,2 persen) menurut hasil survei badan perdagangan luar negeri Jepang (Jetro) dan dikutip Tribunnews.com, Selasa (2/04/2013).
Seorang peneliti Jetro khusus kepada Tribunnews.com mengatakan, "Benar, dari 69,2 persen investasi Jepang ke luar negeri, investasi perusahaan Jepang ke China masih paling besar di luar Jepang," paparnya.
Survei dilakukan Januari 2013 terhadap 6531 perusahaan Jepang dan menerima jawaban dari 1.954 perusahaan di mana 1.441 perusahaan adalah jenis kecil dan menengah (UKM).
Selain 69,2 persen masih ingin investasi ke luar Jepang, sedikitnya 70 persen perusahaan Jepang bermotif kuat untuk tetap melakukan ekspor produknya, tidak hanya dijual di dalam negerinya.
Perusahaan Jepang mengakui resiko berbisnis di China sangat besar (55 persen) dan biaya produksi juga tinggi (38,5 persen) tetapi tetap saja melakukannya dan tetap berencana invetasi di Jepang, Kenapa sih?
Ternyata jawaban survei Jetro memperlihatkan sedikitnya 69,5 persen pengusaha Jepang melihat potensi yang sangat luar biasa pasar di China selain jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Lalu 33,1 persen melihat karena usaha mereka sudah berjalan baik tinggal meneruskan lebih lanjut dan tentu berharap bisa semakin sukses meskipun September lalu penuh gejolak anti-Jepang di China.
Walaupun biaya produksi mahal tetapi bahan baku banyak tersedia di China sehingga produksi tidak mengalami kesulitan. Inilah alasan ketiga sebesar 20,7 persen.
Alasan keempat 14 persen mengatakan karena hubungan yang pasti akan selalu dekat dan jarak geografis yang dekat pula antara China dan Jepang menjadi satu kelebihan China sehingga biaya transportasi relatif murah walaupun diproduksi di China.
Itulah empat besar alasan perusahaan Jepang tetap melakukan investasi di China. Meskipun demikian dibandingkan tahun 2011 keinginan untuk investasi ke China memang menurun. Demikian pula keinginan untuk investasi ke luar Jepang tahun 2011 sebesar 73,2 persen, lebih besar daripada sekarang.
Pilihan kedua investasi Jepang ke luar adalah ke Thailand (40,6 persen) barulah pilihan ketiga ke Indonesia (38,2 persen). Diikuti ke Vietnam, Amerika Serikat, India, dan Taiwan.
Untuk industri terkait kendaraan bermotor menjadi target investasi pertama perusahaan Jepang yaitu ke Indonesia (56,5 persen) barulah investasi ke China (50 persen). Untuk bisnis pertambangan dan permesinan umum, Indonesia jadi target kedua. Target pertama perusahaan Jepang untuk pertambangan ke Cina dan untuk permesinan ke Thailand. Sedangkan untuk industri makanan Indonesia masuk ke target ke-10 setelah Amerika, HongKong, Taipei, Singapura, China, Thai, Eropa Barat, Vietnam, dan Korea.
Untuk elektrik dan elektronik Indonesia jadi target incaran investasi di urutan ke-5 setelah China, Thai, Vietnam dan India.
Empat hambatan investasi di Indonesia diungkapkan perusahaan Jepang terbesar adalah lemahnya infrastruktur (36,4 persen), lalu masalah ketidakpastian hukum (27,2 persen), lalu masalah tenaga kerja misalnya munculnya banyak unjuk rasa, dan masalah gaji karyawan (UMR) yang mendadak tinggi saat ini menjadi keprihatinan 21 persen perusahaan Jepang. Biaya tenaga kerja tertinggi dirasakan perusahaan Jepang saat ini ada di Cina, lalu di Thai, dan Indonesia di urutan ketiga.