Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengusaha Dapat Melawan Korupsi dengan Berbisnis Sehat

Nilai-nilai enterpreneurship serta pembelajaran yang ditawarkan Teddy Rahmat kian terasa urgensinya dalam konteks AFTA dan AFAS

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Domu D. Ambarita
zoom-in Pengusaha Dapat Melawan Korupsi dengan Berbisnis Sehat
Tribunnews.com/Domu D Ambarita
Pengusaha nasional Theodore Permadi Rachmat atau lebih populer disapa TP Rachmat (kiri) didampingi Ketua Presidium ISKA Muliawan Margadana (kanan) di tengah forum diskusi TP Rachmat Berbagi di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, Kamis (4/4/2013). Menurut Majalah Forbes, TP Rachmat orang terkaya Indonesia peringkat ke-16 tahun 2011. Acara ini kerja sama Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dengan Universitas Atma Jaya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kondisi karut-marut bangsa ini menimpa banyak sektor kehidupan, termasuk bisnis. Pertumbuhan ekonomi yang di atas 6 persen ternyata juga diikuti dengan semakin terpuruknya indeks GINI kita yang menandakan bahwa pemerataan kesejateraan tidak terbagi dengan baik.

Tak kalah ironis adalah perilaku korup dari oknum pejabat pemerintah yang sayangnya hampir selalu melibatkan pengusaha.

"Nilai-nilai enterpreneurship serta pembelajaran yang ditawarkan Teddy Rahmat kian terasa urgensinya bila kita kaitkan dengan langkah Indonesia menandatangani persetujuan AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) -- yang akan berlaku penuh pada 2015," ujar Ketua Presidium Pusat ISKA Muliawan Margadana dalam sambutan diskusi dengan tema TP Rachmat Berbagi di kampus Universitas Atma Jata, Kamis (4/4/2013) siang.

Diskusi ini merupakan kerja sama Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya. Hadir sebagai pembicara tungga pengusaha nasional Theodore Permadi Rachmat atau Teddy P Rachmat atau TP Rachmat.

TP Rachmat adalah mantan CEO Astra International, dan saat ini Wakil Presiden Komisaris Adaro, perusahaan tambang. Menurut Majalah Forbes, TP Rachmat merupakan orang terkaya Indonesia peringkat 16, tahun 2011.

Muliawan menegaskan, perusahaan Indonesia yang tidak siap sangat mungkin rontok, bila tak punya competitive advantage maupun tata kelola yang baik. Apalagi kalau perusahaan itu masih diliputi budaya korupsi.

Dalam hampir semua kasus korupsi besar, ada pengusaha yang terlibat di dalamnya. Hal ini menunjukkan masih lemahnya penerapan etika bisnis di banyak kalangan pengusaha Indonesia. "Bila kondisinya seperti ini, bukan tak mungkin kita akan menjadi korban, alih-alih mendapat benefit dari perkembangan ekonomi dunia," ujar Muliawan.

Berita Rekomendasi

Itu sebabnya, pengalaman dan pembelajaran Teddy P Rahmat sebagai CEO dan entrepreneur, perlu diserap para pelaku bisnis yang nota bene menjadi "penggerak ekonomi Indonesia."

Dia merujuk pada apa yang selalu disebut Teddy sebagai kunci-kunci dasar strategi bisnis, yakni memiliki keunggulan kompetitif, dan menjalankan good corporate governance (GCG). Dalam prinsisp GCG, setiap karyawan didorong untuk menjunjung nilai-nilai etis yang benar.

Diskusi dihadiri kalangan intelektual, pelaku bisnis, berbagai pimpinan organisasi sarjana, para anggota ISKA dan civitas akademi Unika Atma Jaya. Secara khusus, dari civitas akademi UAJ, para mahasiswa yang pada waktu bersamaan sedang mengikuti mata kuliah kewirausahaan, hadir mengikuti sebuah success story seorang TP Rachmat.

Terkait dengan maraknya korupsi, Muliawan menjelaskan tidak hanya pejabat pemerintah yang terkait, tetapi para pengusaha harus mendukung pencegahan tindak korupsi. Caranya, menghilangkan praktik kegiatan ekonomi yang menghalalkan segala cara, mengabaikan kualitas, ingin cepat kaya secara instan dan potong kompas, ataupun tidak menjunjung etika bisnis.

Dalam tindak korupsi selalu berdasarkan asas koneksitas dan asas kolusi yang secara tidak sadar merupakan jalan tol berbiaya tinggi. Kompetisi ekonomi yang sehat hanya mungkin dibangun pada dasar kualitas, etika bisnis dan kejujuran.

"Indonesia harus memberlakukan asas kejujuran dalam berusaha dan pelanggaran atas kejujuran itu, misalnya suap, merupakan tindakan pelanggaran berat. Dalam kondisi itu sebenarnya, Indonesia membangun suatu nilai yang akan dianut semua serta secara tidak langsung membangun ekonomi yang tahan banting," kata Muliawan. (eko sutriyanto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas