Penyaluran Kredit di Jabar Belum Merata
Selama 2012, pertumbuhan ekonomi di Jabar lebih lambat daripada 2011.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Selama 2012, pertumbuhan ekonomi di Jabar lebih lambat daripada 2011. Menurut Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno, pertumbuhan ekonomi Jabar tahun 2012 jika dibandingkan setahun sebelumnya adalah 6,2 persen berbanding 6,5 persen.
Yang menjadi kendala pertumbuhan ekonomi ini, kata Agung, adalah alokasi dan penyaluran kredit perbankan di Jabar relatif belum berimbang. "Sekitar 42 persen, penyalurannya di Kota Bandung. Padahal, penyaluran kredit perbankan yang lebih merata dapat menjadi salah satu kunci terciptanya pertumbuhan ekonomi," kata Agung, di Sekretariat Kadin Jabar, Surapati Core, Jalan PHH Mustopha Bandung, Selasa (9/4/2013).
Hambatan lainnya berkaitan dengan investasi. Agung menilai, peran investor lokal masih kalah oleh investor mancanegara. Hal itu tercermin pada tingkat kebergantungan Jabar pada penanaman modal asing (PMA) yang melebihi 75 persen. "Penyebaran dan penyerapan investasi pun masih belum merata. Sekitar 60-70 persen investasi berlangsung di wilayah yang menjadi kawasan industri dan penopang Jakarta, yaitu Karawang dan Bekasi," paparnya.
Melihat kondisi itu, kata Agung, Jabar perlu meningkatkan investasi. Hal itu didasari oleh adanya keinginan kuat Gubernur Jabar untuk mencetak investasi rata-rata Rp 170 triliun per tahun. Investasi yang lebih merata dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Salah satu efeknya dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Menurut Agung, untuk menyerap tenaga kerja, nilai investasinya tidaklah kecil. Agar satu orang tenaga kerja dapat terserap, butuh investasi rata-rata Rp 191-273 juta. Karena itu agar pada tahun ini, Jabar mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada 2012, Kadin menyarankan perlu ada langkah sistematis untuk mengembangkan iklim usaha yang sehat, meningkatkan pembinaan dunia usaha, dan mendorong pemerataan kesempatan kerja seluas-luasnya.
Namun demikian pada tahun ini, terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang berpotensi menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi yaitu naiknya kenaikan upah minimum kota-kabupaten (UMK), khususnya, di kawasan industri, yang melebihi 30 persen. Kemudian, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. (win)