Pemberian BLSM Sarat Muatan Politis
Mayoritas publik menolak kebijakan pemerintah tersebut karena memberatkan ekonomi rumah tangga masyarakat
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mulai Juni 2013. Namun mayoritas publik menolak kebijakan pemerintah tersebut karena memberatkan ekonomi rumah tangga masyarakat kecil.
"Kebijakan kenaikan harga BBM hanya merupakan pintu masuk paling logis untuk peluncuran BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang sarat muatan politik praktis menjelang Pemilu 2014," kata peneliti utama Lembaga Survei Nasional (LSN), Dipa Pradipta di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Minggu (2/6/2013).
Demikian hasil survei terbaru Lembaga Survei Nasional (LSN) yang dilaksakan tanggal 1 hingga 10 Mei 2013 di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Populasi survei LSN seluruh penduduk Indonesia yang telah berusia 17 tahun keatas atau yang belum 17 tahun tetapi sudah menikah. Jumlah sampel sebanyak 1.230 responden yang diperoleh melalui teknik pencuplikan secara rambang berjenjang (multistage random sampling). Margin of error sebesar 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan responden berpedoman dengan kuesioner. Survei ini dilengkapi dengan riset kualitatif dan analisis media.
Berdasarkan hasil survei LSN, mayoritas publik menolak kenaikan harga BBM. Sebanyak 86,1 persen dengan tegas menyatakan tidak setuju dan hanya 12,4 persen yang mengaku setuju terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Sebanyak 1,5 persen menyatakan tidak tahu.
Dita mengatakan terdapat tiga alasan mengapa publik menolak kenaikan harga BBM. Pertama kenaikan harga BBM dinilai akan semakin memberatkan ekonomi masyarakat. Kedua kebijakan untuk menaikkan harga BBM dinilai tidak akan menolong kesehatan fiskal yang direncanakan pemerintah. Terakhir, publik menilai ada motif-motif politik praktis di balik kebijakan kenaikan harga BBM.
"Pemberian BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dinilai sebagai skenario untuk mendongkrak elektabilitas partai pemerintah," tuturnya.
Sedangkan 12,4 persen responden menyetujui kenaikan harga BBM berasal dari segmen masyarakat berpendidikan dan penghasilan tinggi. Mengenai BLSM, hasil survei memperlihatkan sebanyak 51,7 persen responden mengaku setuju rencana pemerintah menggelontorkan BLSM kepada rakyat miskin.
Sebanyak 47,2 persen menyatakan tidak setuju dan 1,1 persen responden menyatakan tidak tahu.
"Umumnya masyarakat kecil menyatakan setuju terhadap rencana pemberian BLSM sementara masyarakat berpendidikan dan berpenghasilan menengah ke atas cenderung menolak kebijakan tersebut," ujarnya.