Kredit Mikro Tak Terpengaruh
Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berpotensi menyebabkan efek pada
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berpotensi menyebabkan efek pada hampir seluruh sektor ekonomi. Di sektor finansial dan perbankan, kenaikan harga BBM bersubsidi itu diduga akan memengaruhi kinerja dan penyaluran kredit.
Diprediksi, naiknya harga BBM membuat suku bunga kredit meningkat. Dampaknya, tidak tertutup kemungkinan, hal itu bisa menyebabkan non-performing loans (NPL) atau kredit bermasalah meningkat.
Irfanto Oeij, Direktur Utama PT Bank Mayora, mengakui kenaikan harga BBM bersubsidi dapat berpengaruh pada penyaluran kredit. Irfanto menilai, pengaruh itu dapat terasa pada kredit konsumtif.
"Baik kredit melalui perbankan maupun multifinance," kata Irfanto pada sela-sela soft launching Kantor Cabang Utama Bank Mayora Bandung, Jalan A Yani Bandung, Rabu (5/6/2013).
Irfanto menyebutkan, efek naiknya harga BBM memicu cost of living meningkat. Menurut Irfanto, hal itu menjadi dilema bagi nasabah atau debitur. "Apakah memenuhi kebutuhan yang terus naik atau memenuhi kewajibannya membayar cicilan?" kata Irfanto.
Bahkan, kata Irfanto, naiknya harga BBM dapat menyebabkan terjadinya bubble pada sektor properti. "Apabila kredit perumahan macet, tentunya, rumah-rumah itu harus dijual. Sisi lain, harga rumah makin mahal. Jika demikian, siapa yang mau membelinya?" ujar Irfanto.
Namun, katanya, kredit bagi sektor usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) kemungkinan besar tidak terlalu terimbas kenaikan harga BBM. Alasannya, para pelaku UMKM selalu berupaya keras agar usahanya tetap berjalan.
Irfanto mengaku tidak mengkhawatirkan efek kenaikan harga BBM yang berarti terhadap kredit UMKM. "Kami tetap optimistis kredit bagi UMKM dapat berkembang, meski mungkin tidak seprogresif sebelum kenaikan harga BBM," ujarnya.
Dasar itulah, jelasnya, yang membuat pihaknya tetap membidik para pelaku UMKM, termasuk pedagang, sebagai target market likuiditas kreditnya. "Karenanya, kami hadir di Bandung. Lokasi pun kami memilih di sekitar Pasar Kosambi supaya lebih dekat dengan teman-teman pedagang," ujar dia.
Menurut Irfanto, cabang Bandung yang merupakan jaringan ke-33 dan titik awal ekspansi di Jawa memiliki total aset Rp 2,3 triliun hingga Desember tahun lalu. Pihaknya memproyeksikan funding atau dana pihak ketiga (DPK) hingga akhir tahun sebesar Rp 100 miliar. "Untuk landing (kredit) kami proyeksikan Rp 75 miliar hingga akhir tahun," sahut Irfanto. (win)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.