Pasar Ekspor Tekstil Belum Stabil
Saat ini, nilai rupiah berada pada titik terendah sejak 2009.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Saat ini, nilai rupiah berada pada titik terendah sejak 2009. Nilai tukar rupiiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) mendekati level Rp 11.000 per Dollar AS.
Selain rupiah, beberapa mata uang lain, utamanya, beberapa negara Asia Pasifik, seperi Yen Jepang, Yuan Cina, pun melemah terhadap dolar AS. Posisi Yen berada pada level 97,94 per dolar AS.
Lalu, dollar Hongkong sebesar 7,7545 per dollar AS. Kemudian, dollar Singapura mencapai 1,2740 per dollar AS. Sementara Yuan Cina sejumlah 6,1227 per dollar AS.
Bagi pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Jabar, melemahnya rupiah itu meresahkan karena mayoritas bahan baku TPT adalah komoditas impor.
Menurut Sekretaris DPD Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar, Kevin Hartanto, dua komoditas yang harus diimpor adalah kapas dan fiber.
"Industri TPT bergantung pada pergerakan kurs rupiah. Apabila kurs rupiah melemah, secara otomatis, biaya produksi, yaitu untuk impor meningkat," kata Kevin kepada Tribun, Rabu (21/8).
Menurut Kevin, lemahnya rupiah dapat menguntungkan eksportir, termasuk yang bergerak pada TPT. Akan tetapi, saat ini, pasar ekspor masih belum stabil sebagai efek krisis global. Jadi, orientasi pasar industri-industri TPT yaitu menggarap pasar domestik.
Meski demikian, tegas Kevin, para pelaku industri TPT tidak langsung menaikkan harga jual karena dapat berpengaruh pada perkembangan dan permintaan pasar.
Para pelaku industri, termasuk TPT, kata Kevin, tentunya ingin rupiah stabil. Hal itu dapat menjadi faktor penting untuk menjaga tingkat inflasi.
"Banyak hal yang terpengaruh oleh inflasi yang tinggi. Di antaranya, upah pekerja. Jika begitu, beban industri kian berat karena biaya operasional makin tinggi. Ini harus diatasi," ujarnya.
API pun, kata Kevin, meminta pemerintah memproteksi sektor hilir pelaku TPT. Hal itu, bermanfaat besar melawan impor asal Cina, yang membanjiri pasar domestik.
Namun, kata Kevin, apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah strategis menyikapi melemahnya rupiah, tidak tertutup kemungkinan, pelaku industri beralih profesi jadi pedagang.
Efek lebih luasnya, karena berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan angka pengangguran. "Ya itu, pelaku industri tidak mau rugi, akhirnya, setop produksi dan menjadi pedagang. Ini kan masalah baru lagi. Jadi, kami harap, pemerintah melakukan upaya strategi dalam menyikapi kondisi saat ini," kata Kevin. (win)