Produsen Tempe-Tahu Menjerit, Negara Pengekspor Kedelai Gembira
Menkop dan UKM Syarief Hasan menjelaskan, produsen tahu-tempe sedang kesusahan. Mereka membutuhkan impor kedelai dari Amerika
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan menjelaskan saat ini para produsen tahu-tempe sedang kesusahan. Mereka sangat membutuhkan impor kedelai dari Amerika Serikat.
Syarief Hasan mengatakan, eksportir asal negeri Paman Sam sedang bergembira karena dolar AS menguat di pasar global. Namun hal ini membuat importir dalam negeri kesusahan mengimpor kedelai.
"Permasalahan tahu tempe ini disebabkan karena posisi melemahnya rupiah terhadap dollar AS, para eksportir berteriak kesenangan. Importir berteriak karena kesulitan," ujar Syarief Hasan saat sidak ke Pasar Matraman, Selasa (27/8/2013).
Menurut Syarief Hasan, ekspor dan impor adalah hal yang terkait. Meski harga kedelai naik, negara masih harus mengimpor karena kedelai menjadi kebutuhan pangan masyarakat.
"Kita bukan selalu ekspor yang diutamakan, tapi kita juga boleh impor. Dunia saling membutuhkan," ungkap Syarif.
Syarief Hasan menjelaskan situasi harga tahu-tempe melambung tingi, merupakan dampak dari perekonomian negara saat ini. Resikonya para importir harus mengeluarkan anggaran lebih besar untuk mendapatkan tambahan pasokan.
"Harga ekspor di Amerika semakin tinggi, akibatnya cost kedelai bertambah, akhirnya jatuh kepada industri. Ini gejala ekonomi secara makro," jelas Syarief.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, pasokan kedelai dalam negeri masih kurang, karena produksi hanya mencapai 20 ribu ton. Sedangkan kedelai yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu tempe mencapai 2,5 juta ton.