PKB: Pergerakan Rupiah Repotkan Pelaku Usaha
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai tren pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini, berdampak luas bagi perekonomian Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai tren pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini, berdampak luas bagi perekonomian Indonesia.
Meski begitu, sebagian pihak masih menganggap kondisi pelemahan Rupiah belum masuk kategori krisis ekonomi.
Demikian dikatakan anggota komisi XI DPR Fraksi PKB Anna Mu'awanah, dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa dengan Rupiah', di Ruang Fraksi PKB, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/9/2013).
Anna mengatakan, pergerakan nilai tukar Rupiah yang sulit diprediksi, telah merepotkan pelaku usaha di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan ekspor impor.
"F-PKB melihat pelemahan Rupiah saat ini merupakan kombinasi tekanan perekonomian eksternal dan defisit transaksi berjalan (current account)," katanya.
Ana menuturkan, bila dicermati lebih jauh, gejolak nilai tukar Rupiah tidak semata-mata berasal dari ekses pengurangan kebijakan stimulus fiskal (quantitative easing/QE) The Fed, tapi juga berasal dari kondisi perekonomian domestik Indonesia.
"Gejolak nilai tukar ini berasal dari merosotnya Rupiah, tergerusnya cadangan devisa, defisit transaksi berjalan, kenaikan inflasi, dan lain-lain," tuturnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) selama semester I-2013, neraca perdagangan Indonesia defisit 3,3 miliar dolar AS.
Sedangkan defisit transaksi berjalan yang terdiri atas neraca perdagangan dan neraca jasa pada kuartal II-2013, membengkak hingga 9,8 miliar dolar AS, atau 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Pemerintah dan BI harus segera meredam volatilitas nilai tukar Rupiah, yaitu menjaga Rupiah agar sesuai fundamental ekonomi Indonesia. Sehingga, rupiah bisa kembali ke level yang rendah dan stabil, untuk mendorong daya saing serta stabilitas perekonomian nasional ke depan," papar Anna.
Untuk mengantisipasi dampak lebih jauh dari gejolak nilai tukar Rupiah, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang didukung kebijakan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan terdiri atas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, yang harus dilaksanakan pemerintah, BI, dan OJK," jelas Ana.
"Sedangkan yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa efektifkah paket kebijakan dari pemerintah, BI, dan OJK dalam jangka pendek, untuk mengatasi gejolak nilai tukar Rupiah dan defisit necara transaksi berjalan? Serta, fluktuasi di IHSG maupun dalam jangka panjang untuk menjaga pencapaian dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia," bebernya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.