Asosiasi Dukung Campuran Bahan Bakar Nabati untuk BBM
APBBMI mendukung kebijakan pemerintah untuk peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati pada BBM
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI), organisasi pengusaha agen BBM non subsidi yang bermitra khusus dengan PT Pertamina (Persero) mendukung kebijakan pemerintah untuk peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati pada BBM.
Kebijakan tersebut setidaknya akan mampu memberi sumbangan terhadap ketahanan energi nasional. Artinya, dengan peningkatan kandungan bahan bakar nabati pada bahan bakar minyak yang dipergunakan secara umum oleh masyarakat di negeri ini,
"Jelas ini akan mampu mengurangi ketergantungan BBM yang sangat dominan berasal dari hasil impor," ujar Sekretaris Jenderal APBBMI, Sofyano Zakaria, Selasa (10/9/013).
Sofyano memberi contoh, jika kandungan bahan bakar nabati ditingkatkan menjadi 10 persen sebagaimana kebijakan pemerintah, maka ini akan mengurangi 10 persen pula BBM impor.
Terhadap besarnya subsidi pemerintah terhadap BBM, yang pada tahun ini menguras anggaran pemerintah sebesar Rp 199,3 triliun, APBBMI juga berharap pemerintah melahirkan kebijakan yang bisa membuat masyarakat tertarik menggunakan BBM non subsidi.
"Untuk itu harus ada insentif yang menarik bagi masyarakat atau konsumen yang menggunakan BBM non subsidi," papar Sofyano.
Insentif tersebut antara lain berupa kebijakan penghapusan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor pada BBM non Subsidi.
Bahkan akan lebih menarik lagi jika pemerintah mengurangi PPn atas penjualan BBM non subsidi yang selama ini ditetapkan sebesar 10 persen menjadi hanya 5 persen.
"Dengan kebijakan tersebut akan mengurani disparitas harga antara harga BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi yang pada akhirnya mampu pula memberantas penyelewengan BBM bersubsidi," ungkap Sofyano.
Tidak Perlu Aturan Ketat
Sementara itu, APBBMI menyarankan jika pemerintah ingin mengoptimalkan pemanfaatan penggunaan BBM non subsidi maka kegiatan distribusinya jangan sampai diatur dengan peraturan yang ketat.
"BBM non subsidi adalah komoditas yang tidak ada muatan subsidi pemerintah, karena itu tidak perlu dibentengi dengan peraturan yang justru bisa kontra produktif dengan upaya menekan penggunaan BBM bersubsidi," ujarnya.
APBBMI memberi contoh, terbitnya Peraturan Menteri ESDM nomor 16 tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, telah terbukti menimbulkan persoalan bagi kegiatan distribusi BBM non subsidi.
Padahal Permen 16/2011 tersebut adalah Petunjuk Pelaksanaan dari Pasal 66 Peraturan Pemerintah no 36/2004, Perpres 71 Tahun 2005 dan Perpres 45 Tahun 2009 yang kesemuanya menetapkan sebagai Peraturan untuk Kegiatan Penyaluran BBM Bersubsidi (BBM Tertentu).
Namun yang jadi pertanyaan mengapa pada judul Permen 16/2011 tersebut dinyatakan tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak saja tetapi tidak untuk Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak Tertentu.
"Inilah jadi multitafsir ketika Permen tersebut dijadikan dasar pelaksanaan di lapangan," papar Sofyano.
Walau Permen 16/2011 telah ditunda pemberlakuannya sebagaimana ditetapkan dalam Permen ESDM nomor 27/2012 , namum para agen BBM non subsidi tetap berharap agar Permen tersebut ditetapkan sebagai Peraturan Pelaksanaan dari PP 36/2004, Perpres 71/2005 dan Perpres 45/2009 tentang Kegiatan Penyaluran BBM Tertentu (bersubsidi).
Untuk itu APBBMI telah mengajukan usul tertulis kepada Menteri ESDM yang telah diserahkan langsung kepada Wakil Menteri ESDM dan Dirjen Migas , Senin 9 September 2013.