Besok, Dua Menteri Umumkan Kejelasan Status Inalum
Agus enggan mengungkapkan lebih jelas terkait akuisisi tersebut
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah bakal mengumumkan sikap terkait proses akuisisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), besok (1/11/2013). Pernyataan resmi terkait kejelasan akuisisi Inalum bakal diwakili oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.
"Besok, pukul 10.00 dua menteri akan menyampaikan kejelasan soal Inalum di Kemenperin," ujar Agus Tjahajana, Direktur Jenderal Kerjasama Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kamis (31/10/2013).
Namun Agus enggan mengungkapkan lebih jelas terkait akuisisi tersebut. "Tunggu besok saja, Pak Hidayat (Menperin) akan menjelaskan semua detail terkait Inalum," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia menargetkan mampu mengembalikan Inalum ke Tanah Air dari tangan Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 1 November 2013.
Untuk memuluskan rencana tersebut, pemerintah menawarkan harga 558 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,14 triliun (kurs Rp 11.000 per dollar AS) kepada Nippon Asahan Aluminium (NAA).
"Bukan kurang lebih, tapi di bawah 558 juta dolar AS. Jadi di bawah, tidak lebih," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat, Senin (22/10/2013).
MS Hidayat menjelaskan, anggaran tersebut adalah tawaran terakhir yang diberikan Pemerintah Indonesia kepada Jepang. Anggaran tersebut telah disepakati Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan.
Jika Jepang tidak sepakat dengan tawaran Pemerintah Indonesia dalam membeli Inalum, maka pemerintah akan mengadu ke DPR. Pasalnya Inalum akan dijadikan perusahaan BUMN yang bergerak mengelola aluminium dalam negeri.
"Kalau dengan angka itu tidak ada arbitrase. Kami mau melapor ke DPR besok (hari ini). Sekarang sudah dimulai oleh tim perunding kita," jelas MS Hidayat.
Selama ini, proses pengambilalihan Inalum masih terkendala perbedaan nilai valuasi antara Pemerintah Indonesia yang mengajukan nilai buku senilai 424 juta dolar AS, sementara pihak Jepang mematok 626 juta dolar AS.