Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

APEMINDO: Pemerintah Lalai Kelola Kebijakan Pertambangan Mineral

Poltak Sitanggang menilai pemerintah berbuat lalai dalam mengelola kebijakan pertambangan mineral

Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Dewi Agustina
zoom-in APEMINDO: Pemerintah Lalai Kelola Kebijakan Pertambangan Mineral
Tribunnews.com/Arif Wicaksono
Acara rembuk nasional pengusaha dan pekerja tambang mineral Indonesia di Jakarta, Senin (23/12/2013). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Arif Wicaksono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO), Poltak Sitanggang menilai pemerintah berbuat lalai dalam mengelola kebijakan pertambangan mineral.

Bukannya mengupayakan agar renegosiasi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) berhasil, pemerintah malah melakukan pembatasan impor mineral mentah yang malah menyulitkan perusahaan tambang dalam negeri.

Terbukti pemerintah belum bisa mengambil manfaat dari amanat UU Nomor 4 2009 mengenai renegosiasi tambang dalam porsi kepemilikan saham. Padahal banyak perusahaan asing yang memiliki manfaat besar dari investasinya di Indonesia.

"Jika sudah begini, patut dipertanyakan apakah eksekutifnya yang gagal dalam menyelesaikan tugas ataukah bagaimana," katanya dalam Rembuk Nasional Pengusaha & Pekerja Tambang Mineral Indonesia di Jakarta, Senin (23/12/2013).

Proses renegosiasi kontrak karya akan lebih efektif dalam mengambil alih manfaat dalam pengelolaan bijih mineral. Kebijakan pemerintah dengan melakukan pembatasan ekspor dinilai hanya merugikan negara.

"Cadangan devisa akan berkurang, karena selama ini pendapatan dari eskpor mineral, selain itu banyak industri yang belum siap dengan pelaksanaan smelter dalam prinsip UU Minerba yang tercantum dalam UU No 4 2009," katanya.

Berita Rekomendasi

Poltak juga menuturkan dampak dari kebijakan ini adalah kehilangan nilai ekspor sampai dengan dengan 5 miliar dollar AS per tahun, sehingga defisit perdagangan diprediksi akan meningkat hingga 14,7 miliar dollar AS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas