Penerapan Fuel Surcharge Pertimbangkan Aspek Sosial
Mulai kemarin (26/2), pemerintah telah memberlakukan biaya tambahan (surcharge) pada tarif penerbangan komersial.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mulai kemarin (26/2), pemerintah telah memberlakukan biaya tambahan (surcharge) pada tarif penerbangan komersial.
Menteri Perhubungan, Evert Ernest Mangindaan mengungkapkan bahwa besaran surcharge sebesar Rp 60.000 untuk penerbangan dengan pesawat jet dan Rp 50.000 untuk pesawat turbo propeller sudah melihat sisi sosial bagi penumpang.
"Nilai ini yang paling minimal, padahal sebelumnya maskapai meminta angka yang lebih tinggi, tapi kami tolak," ujar Mangindaan, Kamis (27/2/2014).
Ia menyatakan pilihan menerapkan surcharge ini sebagai langkah agar maskapai tidak bangkrut. Menurutnya jika maskapai bangkrut, maka masyarakatnya juga yang susah.
Nantinya, penerapan surcharge ini akan selalu dievaluasi, dalam tiga bulan akan dilihat perkembangannya menyusul penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
"Jadi jika rupiah semakin kuat, maka surcharge ini bisa turun, dan surcharge bisa dicabut bila nilai tukar Rp 10.000 per dollar," ujarnya.
Namun, Mangindaan menghimbau maskapai penerbangan bahwa ada atau tidak ada surcharge, pelayanan harus prima. Ia mengakui masih ada kekurangan pelayanan, yakni dengan banyaknya delay dan saat ini sedang jadi perhatian maskapai dan segera diperbaiki. (Fahriyadi)