Langkah Ditjen Pajak Pakai Data BPJS untuk Sinkronisasi Bisa Tambah Pendapatan Negara
langkah ini strategis untuk mengejar angka 40 juta WP
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Chatib Basri menilai, langkah Direktorat Jenderal Pajak meneken nota kesepahaman dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terkait sinkronisasi data Wajib Pajak (WP) berpotensi menambah pendapatan negara lewat penerimaan pajak.
Pemeriksaan silang antara data pajak milik DJP dengan data BPJS dipastikan akan fokus terutama bagi peserta yang melampaui batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dipatok Rp 2 juta per bulan.
Chatib menilai, langkah ini strategis untuk mengejar angka 40 juta WP. Saat ini, tercatat baru 25 juta orang yang membayar pajak.
"Selisih 15 juta bisa dikejar dari data BPJS untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak," ujar Chatib di Gedung DJP, Selasa (8/4/2014).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Evlyn Masassya menyatakan pihaknya akan menggunakan data pajak sebagai alat verifikasi mengundang WP ikut serta menjadi peserta BPJS.
Selain itu, data tersebut juga menjadi alat verifikasi penyetoran pajak peserta BPJS.
"Kita akan kroscek data dari WP yang sudah jadi peserta kita, mereka sudah bayar pajak atau belum," paparnya.
Sebaliknya, BPJS menyatakan siap menyerahkan data peserta BPJS untuk diperiksa DJP. Hingga kini, tercatat 12,2 juta peserta aktif BPJS yang membayar iuran terus menerus. Sementara, 28 juta peserta lain adalah peserta tidak aktif yang pernah membayar namun akhirnya berhenti karena sejumlah alasan.
Elvyn mengungkap takkan segan mengenakan sanksi pada pesertanya yang terbukti menghindari pajak. BPJS Ketenagakerjaan memiliki kewenangan untuk mencabut segala hal terkait pelayanan publik.
Hal itu, mulai dari surat izin usaha hingga mencabut identitas yang bersangkutan termasuk paspor di dalamnya. "Direksi BUMN dan perusahaan pemberi kerja tentu tidak ingin paspornya dicabut," tegasnya.