Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

180 Juta M2 Tanah PT KAI Belum Bersertifikat

PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih menghadapi persoalan serius dengan aset-asetnya.

Editor: Sugiyarto
zoom-in 180 Juta M2 Tanah PT KAI Belum Bersertifikat
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih menghadapi persoalan serius dengan aset-asetnya.

Dari 270 juta meter persegi (m2) tanah negara yang langsung berada dibawah kepemilikan BUMN transportasi ini, hanya 90 juta m2 yang sudah bersertifikat.

"Masih 180 juta m2 lagi yang belum tersertifikasi," ungkap Edi Sukmoro Direktur Aset Tanah dan Bangunan, PT KAI, pada diskusi bertema "Pemimimpin Baru dan Penyelamatan Aset Negara" di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (23/4).

Secara keseluruhan PT KAI memiliki aset tanah seluas 324 juta m2 yang terdiri atas 270 m2 langsung dibawah penguasaan PT KAI dan 54 m2 di bawah Direktorat Jenderal Kreta Api.

"Kecepatan PT KAI yang lalu untuk melakukan sertifikasi itu hanya 1,5 juta m2- 2 juta m2 per tahun. Nah, kalau ini dihitung 180 juta m2 yang belum tersertifikasi itu, maka diperlukan waktu sekitar 100 tahun untuk bisa mensertifikasi semua lahan,"ujar Edi.

Tanah-tanah yang belum tersertifikasi ini, jelasnya sangat rawan diokupansi atau diserobot orang, bahkan sudah banyak diantaranya sudah terokupansi.

"Modusnya di atas tanahnya itu dibangun dulu, setelah dibangun dia yang gugat kreta api,"ujarnya.

Modus seperti ini, tutur Edi, sudah nyata terjadi di Medan, Sumatera Utara. Lahan PT KAI di Jalan Jawa dan Jalan Madura masing-masing seluas 12.827 m2 dan 22.700 m2 sudah dikuasai PT Arga Citra Kharisma dan sudah dibangun pusat perbelanjaan di atasnya.

Perusahaan tersebut secara perdata sudah memenangkan gugatan mulai dari pengadilan tinggi hingga kasasi. PT KAI sudah melakukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali.

Menurut Edi, PT KAI sudah bertemu dengan Badan Pertanahan Nasional untuk merumuskan upaya percepatan sertifikasi.

Selama ini, katanya upaya percepatan sertifikasi terhambat karena regulasi di BPN yang berbeda-beda.

"Ada daerah tertentu yang kalau mau sertifikasi mensyaratkan harus clear and clean.  Nah, itu clear and clean ini sulit sekali karena ada orang yang memang sudah  berupaya untuk mengokupansi lahan. Ini dianggap tidak clear and clean oleh BPN sehingga dia tidak mau mensertifikasi,"jelasnya.

Celakanya, dari 180 juta meter persegi yang belum tersertifikasi itu, menurutnya, 48% diantaranya belum dianggap clear and clean karena sudah diokupansi dan sedang dalam proses gugatan di pengadilan.

Selain di Medan, daerah lain yang lahannya banyak diokupansi adalah Jawa Barat atau daerah operasi (daop) dua (Tasikmalaya sampai Bandung). "Di Daop dua  itu sekitar 24 juta m2," ujar Edi.

Berita Rekomendasi
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas