Eksportir CPO Sumut Galau Ditagih ISPO
Mereka beralasan, seharusnya penekanan sertifikasi ISPO tidak dibebankan kepada eksportir melainkan kepada petani perkebunan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Eksportir Crude Palm Oil (CPO) asal Sumatera Utara mengeluhkan adanya rencana pemerintah untuk mewajibkan ekspor minyak sawit mentah harus sudah disertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) di akhir 2014.
Mereka beralasan, seharusnya penekanan sertifikasi ISPO tidak dibebankan kepada eksportir melainkan kepada petani perkebunan dan perusahaan sawit besar.
"Kenapa malah eksportir yang dibebankan? Kita kan ambil sawitnya dari mereka (petani dan perusahaan). Seharusnya mereka yang dibebankan untuk mempercepat sertifikasi ISPO," keluh eksportir CPO dari Agromina Sumut, Effendy kepada Tribun, Rabu (23/4/2014) di Medan.
Ia mengakui, sebagai eksportir pihaknya pihaknya sangat mendukung kebijakan penerapan sertifikasi ISPO. Kebijakan ini, katanya, guna pengembangan perkebunan kelapa sawit nasional.
Menurutnya, sertifikasi ISPO merupakan bukti nyata pembangunan perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan. Namun masih minimnya sertifikasi ISPO di Sumut, termasuk nasional, akan menyulitkan eksportir untuk mendapatkan bahan baku CPO yang sudah bersertifikat.
"Kondisinya, seluruh perusahaan yang di Sumut dan Indonesia kan belum bersertifikat semua. Paling cuma puluhan yang sudah ada di Indonesia. Kalau di Sumut belum ada 10 mungkin," jelasnya.
Dari data yang tercatat, hingga kini dari sekitar 1.000 perusahaan, hanya 40 perusahaan yang mendapatkan sertifikat itu, 150 di antaranya masih dalam proses dan sisanya belum mengikuti proses. Sementara di Sumut, lebih kurang masih lima perkebunan saja yang sudah resmi disertifikasi ISPO. Yaitu Eastern Sumatera Indonesia, London Sumatera, Bakrie Plantation, Austindo Nusantara Jaya Agri dan Tapian Nadenggan.
Permasalahan sertifikasi menjadi kendala serius pelaku usaha kelapa sawit negara ini menghadapi 2015. Alasannya beberapa negara, khususnya di Eropa, telah mendeklarasikan bahwa CPO asal Indonesia yang tidak tersertifikasi dilarang untuk masuk ke benua itu.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun mengatakan, peluang untuk memundurkan batas waktu mandatory ISPO sangatlah terbuka. Sebab, hingga tersisa waktu sekitar 8 bulan, hanya ada sedikit sekali yang telah mendapat sertifikat itu.
"Sisa waktu ini terlalu singkat. Kalau melihat realisasi, akhir tahun ini belum dapat dipenuhi. Tapi bukan berarti sekarang dilonggarkan. Sertifikasi ini terkendala oleh auditor yang terlalu sedikit, dan waktu yang semua prosesnya tidak sebentar. Proses di lapangan membutuhkan waktu yang panjang, mulai mengklasifikasi kelas, analisis dan penilaian, baru kemudian memutuskan kelayakan sertifikasi tersebut," papar Derom.(ers)