Indonesia Butuh Diplomat Sawit Untuk Tangkis Kampanye Negatif
Gabungan pengusaha perkebunan mengharapkan langkah cepat pemerintah dalam menghadapi serangan kampanye negatif
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gabungan pengusaha perkebunan mengharapkan langkah cepat pemerintah dalam menghadapi serangan kampanye negatif dari negara-negara importir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di luar negeri.
Soedjai Kartasasmita Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) mengatakan, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak diplomat di bidang persawitan. "Harus cerdas, perlu dididik di segala fokus," kata Soedjai, Senin (26/5/2014).
Menurut Soedjai, Indonesia dinilai kalah cepat dengan negara tetangga Malaysia. Di negeri Jiran tersebut sudah banyak diplomat di bidang sawit yang dimiliki. Seperti halnya di Indonesia, di Malaysia Sawit merupakan sumber perekonomian terbesar dari masyarakatnya.
Tuduhan produk kelapa sawit Indonesia yang tidak ramah lingkungan dijadikan isu oleh pihak tertentu untuk mempengaruhi persepsi konsumen dalam kaitannya persaingan pasar. Padahal, selama ini produk CPO Indonesia paling dominan mengantongi sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dibandingkan Malaysia.
Mengutip data RSPO Indonesia, dari produksi minyak sawit dunia yang bersertifikasi RSPO sebanyak 9,7 juta ton, sekitar 47,85% atau 4,8 juta ton diantaranya berasal dari Indonesia.