Presdir Newmont: Arbitrase dan Keberlangsungan Batu Hijau
Manajemen PT Newmont Nusa Tenggara memprioritaskan keberlangsungan tambang Batu Hijau bagi rakyat Indonesia
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat memprioritaskan keberlangsungan jangka panjang dan nilai tambang Batu Hijau bagi rakyat Indonesia.
Martiono Hadianto, Direktur Utama Newmont, mengatakan Batu Hijau adalah aset strategis dan penting yang telah berkontribusi secara signifikan, baik terhadap ekonomi lokal maupun nasional.
“Karena itu, kami kemudian mengajukan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia sebagai upaya menyelamatkan kepentingan nasional. Arbitrase jangan dilihat sebagai sesuai yang istimewa, prioritas kami menjaga keberlangsungan jangka panjang dan nilai (tambang) Batu Hijau bagi rakyat Indonesia,” ujar Martiono, Senin (7/7/2014).
Diketahui, langkah arbitrase yang dilakukan NNT dan pemegang sahamnya Nusa Tenggara PartnershipBV (badan hukum Belanda) dikaitkan dengan keharusan perusahaan tambang melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 beserta aturan pelaksanaannya. Berbagai ketentuan ini merupakan amanat dari Pasal 103 dan Pasal 170 Undang- Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Martiono mengatakan, pengajuan arbritase NNT untuk meminta kepastian tambang Batu Hijau bisa beroperasi kembali. "Hanya sebagai salah satu cara untuk melihat perbedaan antara NNT dengan pemerintah," kata dia.
Sejak Januari 2014, NNT sudah menghentikan ekspor. Pemicunya adalah stok konsentrat yang mengandung emas dan tembaga sudah menggunung. Konsentrat yang dimiliki Newmont umumnya berbentuk seperti pasir hitam pekat, mayoritas mengandung tembaga.
Stok jumlah konsentrat milik Newmont saat ini sudah 93.800 ton, sedangkan kapasitas gudang hanya 90.000 ton. Akhirnya pada 5 Juni 2014 NNT resmi menghentikan kegiatan produksinya menyusul ketentuan ekspor yang baru, serta penerapan bea keluar. Hal ini berdampak pada kelayakan ekonomi operasi Batu Hijau dan tidak sesuai dengan Kontrak Karya (KK).
Lebih lanjut Martiono menjelaskan, berhentinya operasional tambang Batu Hijau justru sangat merugikan rakyat dan pemerintah Indonesia, bukan kepentingan asing. Berdasarkan data NNT, pada periode 2000-2013 total pendapatan NNT mencapai 13,1 miliar dolar AS (Rp 153,3 triliun). Dari total pendapatan itu, sebesar 8,83 miliar dolar AS atau 67,2 persen berkontribusi pada perekonomian nasional.
Rinciannya, dalam bentuk pajak dan setoran lain sebesar 3,1 miliar dolar AS, sebesar 5,2 miliar dolar AS dibelanjakan kepada pemerintah Indonesia berupa pembelian barang dan jasa, sedangkan 459 juta dolar AS dinikmati investor Indonesia. "Kue yang dinikmati Pemerintah Indonesia dan rakyat Indonesia sekitar 67,2 persen," kata Martiono.
Sementara pemegang saham asing lanjut Martiono, hanya mendapatkan 4,3 miliar dolar AS atau 32,8 persen dari total pendapatan perusahaan dari tambang Batu Hijau. Dari total jumlah itu, sebesar 950 juta dolar AS dalam bentuk dividen.
Martiono berharap majelis arbitrase bisa menghasilkan putusan sela yang mengizinkan perusahaan dapat mengekspor konsentrat tembaga. Gugatan Newmont ke International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) ini terkait dengan kebijakan larangan ekspor konsentrat. Kebijakan larangan ekspor konsentrat telah mengakibatkan penghentian kegiatan produksi Newmont di tambang Batu Hijau.
Sebelumnya, pemerintah tak main-main dengan kesiapan menghadapi gugatan PT Newmont Nusa Tenggara di arbitrase. Menteri Perindustrian MS Hidayat, bahkan menyatakan tidak tertutup kemungkinan Newmont tak lagi bisa mengeruk kekayaan alam Indonesia.
"(Penutupan) itu kemungkinan yang bisa terjadi," katanya ditemui usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (7/7/2014).
Hidayat menegaskan, pemerintah sangat siap menghadapi Newmont atas arbitrase internasional yang diajukannya. "Kami mau tanyakan lagi, apa benar dia (Newmont) mau arbitrase? Kita sudah siap benar nih mau menghadapi Anda," kata Hidayat.
Meskipun siap menghadapi arbitrase, Pemerintah menyatakan membuka kesempatan kepada Newmont untuk kembali ke meja perundingan, menyepakati UU Minerba, PP No 9 tahun 2012, dan mencabut gugatan.
"Karena sifatnya ingin win-win, dan mau melindungi investor, jadi kami kasih kesempatan sekali lagi berunding. Freeport saja sudah beres (renegosiasi). Tapi kalau bersikeras arbitrase, kami akan lawan secara hukum," tegas Hidayat.