JII tak Tertarik Kelola Sumur Minyak Tua
Hitung-hitungan bisnis usaha JII yang lain yang lebih menguntungkan membuat BUMD ini tidak ngoyo
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI – Walau sempat disebut mengajukan surat permohonan untuk mengelola sumur minyak tua, tapi, PT Jambi Indoguna Internasional (JII) tak ngotot. Hitung-hitungan bisnis usaha JII yang lain yang lebih menguntungkan membuat BUMD ini tidak ngoyo.
PT JII melihat, setelah melakukan kajian ekonomis pendapatan dari sumur minyak tua kecil, hasil yang diperoleh tak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan. “Sehingga untuk saat ini PT JII fokus merambah bisnis gas suar bakar yang ada di Betara,” ucap Operational Manager PT JII, Saptady Raharja kepada Tribun, Rabu (6/8/2014).
Dia bilang JII memang pernah merencanakan pengelolaan sumur minyak tua yang ada di Jambi. Tetapi untuk mengelolanya harus ada survei mana sumur minyak tua yang layak dieksploitasi, baru dilakukan pemboran lagi.
“Itupun pengelolaan tersebut tidak bisa sepenuhnya, karena sesuai aturan, koperasi atau BUMD hanya mendapat jasa angkutan. Jadi kita lebih fokus bisnis dengan gas flared (suar bakar) di Betara kerjasama dengan Petrochina," katanya.
Diberitakan oleh Tribun sebelumnya, menurut Dinas ESDM Provinsi Jambi sedikitnya terdapat 192 sumur-sumur minyak tua. Sumur itu bisa dieksploitasi kembali bahkan bisa melibatkan koperasi unit desa atau BUMD serta pengusaha lokal.
Menurut Saptady Raharja PT JII masih tetap fokus menjalankan bisnis semen dan sektor migas yang sudah meneken perjanjian jual beli gas dengan pihak Petrochina untuk pengelolaan gas suar bakar. Perkembangannya PT JII mendapatkan tiga sumur dengan kapsitas tertentu yang sedang tahap pembangunan di Betara, Tanjung Jabung Barat.
"Hitungan bisnis kalau ini sudah jalan bagi hasilnya lumayan, pendapatan JII satu hari minimal Rp 100 juta. Target 2015 sudah jalan," katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala SKK Migas Sumbagsel, Tirat Sambu Ichtijar mengatakan yang mengajukan izin untuk mengelola sumur tua di Jambi sudah ada. Namun sepengetahuannya belum ada satu pun koperasi atau BUMD di wilayah Sumatera yang disetujui Dirjen Migas untuk mengelola sumur minyak tua tersebut.
"Yang disetuji Dirjen Migas belum ada, saya juga nggak tau kenapa nggak keluar-keluar izinnya," ujarnya.
Ia menjelaskan berdasarkan hitungan Pertamina sumur minyak tua tersebut produksinya sudah tidak besar. Karena itu, kata dia, biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar daripada hasil yang didapat. Tapi kalau koperasi atau BUMD yang mengelolanya dengan biaya operasional mereka yang kecil bisa saja menguntungkan.
"Kalau produksinya besar tentu akan dikelola pertamina. Jadi menghasilkan atau tidak harus diteliti dulu sumurnya. Karena pengelolaan tergantung perhitungan koperasi/BUMD tersebut," jelasnya.