Peranan Pelindo Dinilai Sangat Vital dalam Industri Pelabuhan
Erman Rajagukguk mengatakan Peranan BUMN dalam hal ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, II dan IV sangat vital di industri pelabuhan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk, mengatakan Peranan BUMN dalam hal ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, II dan IV sangat vital di industri pelabuhan.
Tugas yang diamanatkan oleh Pasal 90 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaangan Usaha Tidak Sehat, bukan hanya sekedar peraturan kosong, tetapi lebih pada amanat Negara kepada BUMN-BUMN tersebut untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
"Tugas penyediaan dan layanan jasa dermaga, penumpang, gudang dan bongkar muat barang adalah tugas yang konstitusional, hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 74/PUU-VIII/2010, yang menolak Permohonan Judicial Review Pasal 90 ayat (3) oleh Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI)," kata Erman Rajagukguk saat menjadi pembicara Seminar yang dilaksanakan oleh Lembaga Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (19/8/2014), di Gedung Magister Manajemen Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
Dikaitkan dengan penegakan hukum persaingan usaha yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung, Erman menegaskan bahwa lembaga penegak hukum tersebut, harus melindungi pelaku usaha yang efisien, tidak membedakan yang besar dengan yang kecil, atau BUMN dengan swasta.
"Jadi keberpihakan Penegak Hukum harus ditujukan untuk mendorong tercapainya industri pelabuhan yang kompetitif," kata Erman dihadapan peserta Seminar yang dihadiri para pakar hukum dan pemangku kepentingan utamanya dalam menciptakan industri pelabuhan yang efisien dan kompetitif.
Dalam seminar ini, menyinggung janji Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2014, Joko Widodo-Jusuf Kalla, untuk membangun Tol Laut, dan mengembangkan konsep Pendulum Nusantara.
Hal ini mempersyaratkan industri pelabuhan yang efisien, dan berdaya saing dimana pembagian peran antara BUMN, Swasta dan Pemerintah harus didudukan tepat pada porsinya, dan tidak saling mengurangi peran masing-masing.
Menurut Erman, UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah regulasi yang menjadi garda terciptanya industri pelabuhan yang kuat, efisien dan kompetitif.
Pada kesempatan itu, Erman berharap DPR RI perlu melakukan perubahan UU Nomor 5/1999 agar Badan Usaha yang bergerak untuk melayani kepentingan masyarakat dapat dikecualikan seperti BUMN yang bergerak mengelola pelabuhan.
"Ini (BUMN pengelola pelabuhan) harus dikecualikan dari UU Anti Monopoli karena biaya yang dikeluarkan besar. Kalau swasta ikut, belum tentu efisien. Jadi menurut saya harus dikecualikan," kata Erman.
Menurut Erman, fasilitas bongkar muat memerlukan biaya besar untuk optimalisasi efisiensi ekonomi seperti kelancaran distribusi.
Karena itu, Erman melihat peran Pelindo bukan hanya berdasarkan UU Pelayaran dan BUMN, tapi juga modal negara yang dikucurkan sangat besar.
"UU Anti Monopoli ini dibuat saat reformasi, tapi kita tidak tahu monopoli itu seperti apa saat itu. UU itu tidak dibuat sesempurna mungkin. Saya beranggapan, sudah 15 tahun UU ini harus ditinjau kembali," kata Erman.
Mengenai Penegakan Hukum Persaingan Usaha, yang dilakukan oleh KPPU, Pengajar Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum UI, Kurnia Toha, mengatakan, bahwa KPPU harus lebih hati-hati dalam menjalankan fungsi penegakan Hukum Persaingan Usaha.
"Jangan sampai tindakan KPPU justru menjadi disinsentif bagi BUMN yang bergerak di Industri Pelabuhan," kata Kurnia Toha.
Menurut hasil kajian Kurnia, KPPU telah 5 (lima) kali memeriksa dan memutus perkara persaingan di Industri Pelabuhan, yaitu Perkara Dugaan Monopoli, Posisi Dominan, dan Rangkap Jabatan JICT, Perkara Tender Harbour Mobil Crane, Perkara Tender Gamma Ray Container, Perkara Tender Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan, dan Perkara Dugaan Tying Agreement dan Penguasaan Pasar oleh Pelindo II di Pelabuhan Teluk Bayur.
Menurut Kurnia Toha, dari kelima perkara tersebut, telah diajukan kasasi untuk 4 (empat) perkara, dimana Mahkamah Agung memutuskan 1 kali menguatkan Putusan KPPU, 2 kali membatalkan Putusan KPPU, dan 1 perkara sedang proses pemeriksaan.
Kurnia melihat bahwa KPPU seringkali dalam memeriksa dan memutus perkara tidak menerapkan due process of law, seperti menggunakan indikasi sebagai dasar menghukum, atau tidak mempertimbangkan Saksi dan Ahli yang diajukan Terlapor seperti dalam Perkara Dugaan Tying Agreement dan Penguasaan Pasar olel Pelindo II di Pelabuhan Teluk Bayur.
Kurnia menyoroti pemahaman hukum dari Sumber Daya Manusia (SDM).
Ia mencontohkan, Putusan KPPU dalam Perkara Perkara Dugaan Tying Agreement dan Penguasaan Pasar oleh Pelindo II di Pelabuhan Teluk Bayur, telah dikoreksi dengan tepat oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan membatalkan putusan KPPU karena menghukum Pelindo II berdasarkan perjanjian sewa lahan dengan klausul bongkar muat yang telah tidak berlaku.
Kurnia menilai hal ini bertentangan dengan prinsip sanksi adminsitratif yang merupakan kewenangan KPPU dimana tujuannya untuk menghentikan pelanggaran, atau mengembalikan pada keadaan semula, bukan sebaliknya malah menghukum pelanggaran yang sudah berakhir.
Lebih lanjut, Kurnia meminta KPPU harus lebih bijak dalam memeriksa dan memutus perkara, karena di negara yang sudah mapan penegakan hukum persaingan usahanya seperti Amerika Serikat dan European Community, tidak semua tindakan pelanggaran hukum persaingan usaha harus di hukum.
Tetapi KPPU harus mempertimbangan dampak positif yang harus lebih besar dari dampak negatif yang muncul, yang dalam hukum persaingan usaha di kenal dengan pendekatan rule of reason.
"Seperti contoh, Pelindo II yang saat ini manajemen dan operasionalnya efisien, tidak dapat dihukum hanya karena pesaingnya, seperti perusahaan bongkar muat lain, gulung tikar atau merugi," tegas Kurnia.
Ekonom Fakultas Ekonomi UI, Andi Fahmi Lubis, menegaskan pentingnya efisiensi BUMN pelabuhan. Bahwa hukum persaingan usaha, menurut Andi Fahmi Lubis, ditujukan untuk mencapai efisiensi, sehingga tidak dapat suatu perusahaan yang efisien, dihukum karena pelaku usaha yang tidak mampu bersaing dan inefisien, mati atau merugi.
Andi Fahmi justru berpendapat bahwa tersingkirnya pelaku usaha yang tidak efisien dalam pasar adalah tujuan dari hukum persaingan usaha itu sendiri, sehingga yang tersisa adalah pelaku usaha-pelaku usaha yang kompetitif dalam pasar.
Terkait dengan kualitas putusan KPPU, Andi Fahmi justru melihat peranan Mahkamah Agung sangat vital untuk meluruskan putusan KPPU yang salah.
"Sehingga penegakan hukum menjadi insentif bagi pelaku usaha, bukan disinsentif," kata Andi.
Kepala Biro Hukum Kementerian Perhubungan, Umar Aris membawakan makalah dengan judul "Peranan Kementerian Perhubungan sebagai Penanggung Jawa dan Regulator Dalam Industri Pelabuhan".
Dalam paparannya, Umar Aris, antara lain menyampaikan bahwa tatanan kepelabuhan merupakan sistem kepelabuhan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepalabuhan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif serta kondisi alam.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan nusantara.
Umar Aris juga menjelaskan tentang tugas dan wewenang Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP), yakni menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran.
Selain itu, menyediakan dan memelihara sarana bantu navigasi pelayaran; menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; menyusun rencana induk pelabuhan; menjamin kelancaran arus barang, dan menyediakan fasilitas pelabuhan.