Berantas Mafia Migas, Jokowi-JK akan Menutup Petral
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menutup anak usaha PT Pertamina yang selama ini menjalankan fungsi dalam pengadaan minyak, yaitu Petral
Editor: Gusti Sawabi
JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menutup anak usaha PT Pertamina (Persero) yang selama ini menjalankan fungsi dalam pengadaan minyak, yaitu Petral (Pertamina Energy Trading Limited). Hal itu dilakukan terkait dengan komitmen pemerintahan baru memberantas mafia migas.
Deputi Kantor Transisi Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, mengatakan, mafia migas diyakini menghambat dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional. Penindakan terhadap pelanggar hukum dilakukan dengan tegas dan tanpa pandang bulu.
"Hal ini akan dibarengi dengan perbaikan regulasi untuk menutup peluang munculnya mafia migas baru. Petral akan dibekukan, dilakukan audit investigatif terhadapnya. Pembelian minyak mentah dan BBM dilakukan oleh Pertamina dan dijalankan di Indonesia," kata Hasto dalam siaran pers, Senin (22/9/2014).
Wakil Sekjen PDI Perjuangan itu juga menyatakan bahwa subsidi BBM, gas, dan listrik itu adalah hak konstitusional rakyat. Namun, subsidi tersebut selama ini sangat tidak tepat sasaran, memperlemah daya saing global, dan membebani APBN.
Untuk itu, BBM bersubsidi akan diberi warna khusus untuk memudahkan pengawasan. Penunjukan wilayah kerja migas, perpanjangan kontrak, logistik migas, pengawasan produksi, dan lain-lain akan dilaksanakan dengan transparan.
"Langkah yang akan ditempuh adalah tetap memberikan subsidi terkendali kepada masyarakat miskin, petani, buruh, nelayan, industri kecil dengan sistem distribusi tertutup melalui perbankan. Mereka yang rentan terhadap kenaikan harga dilindungi dengan safety net," jelasnya.
Upaya mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk pembiayaan sektor produktif dan layanan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan, antara lain, pemberdayaan UKM, nelayan, petani, pupuk, perbaikan infrastruktur jalan, rel kereta api, pelabuhan, irigasi pertanian, pembukaan lahan baru, dana desa, pembiayaan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, pembangunan puskesmas, revitalisasi pasar, dan sebagainya diyakini lebih berkeadilan.