Siap-siap, Harga Air Mineral pun Akan Naik
Perusahaan AMDK mengandalkan distribusi produk dengan transportasi darat yang menggunakan BBM
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Produsen air minum dalam kemasan (AMDK) atau biasa disebut air mineral siap-siap menaikkan harga jual. Walaupun belum ada keputusan, namun produsen berniat menaikkan harga jual setelah pemerintahan baru menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM).
Hendro Baruno, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) bilang, saat ini anggotanya belum menaikkan harga jual karena menunggu kebijakan pemerintah terkait harga BBM. "Posisi kami masih wait and see, menunggu kenaikan harga BBM dulu,” kata Hendro kepada KONTAN, kemarin (13/10/2014).
Hendro memberi isyarat, rencana kenaikan harga jual itu baru berlaku jika harga BBM naik. Kondisi ini tentu memiliki alasan, sebab perusahaan AMDK mengandalkan distribusi produk dengan transportasi darat yang menggunakan BBM.
Walaupun Aspadin belum menaikkan harga jual, namun beberapa konsumen AMDK yang ditemui KONTAN mengeluhkan kenaikan harga jual produk AMDK. Mereka bilang, kenaikan harga mulai dari Rp 500 sampai dengan Rp 1000 per galon.
Terlepas dari masalah harga, Hendro bilang, sampai kuartal III, permintaan produk AMDK naik 14,9% menjadi 17,35 miliar liter. Adapun periode yang sama tahun lalu permintaan AMDK baru mencapai 15,1 miliar liter. "Tahun ini kami proyeksikan permintaan air 24 miliar liter," kata Hendro tanpa menyebutkan proyeksi nilainya.
Adapun dari sisi distribusi, sebesar 60%-65% air disalurkan ke wilayah Jabodetabek. Sisanya baru ke daerah-daerah lainnya. Adapun sumber kenaikan produksi air tahun ini berasal dari perusahaan yang menaikkan kapasitas produksi. Salah satunya adalah PT Akasha Wira International Tbk (ADES) yang memiliki produk AMDK merek Nestlé Pure Life dan Ades. Pada bulan Mei 2014 lalu, perusahaan ini menambah pabrik baru berkapasitas 200 juta liter per tahun.
Dalam hal produksi, perusahaan AMDK membutuhkan air sebagai bahan baku utama. Sebagian dari mereka memperoleh bahan baku air dari mata air di pegunungan. Selain air, perusahaan juga membutuhkan kemasan berupa plastik polietilena tereftalat (PET) yang kini masih diimpor. (Benediktus Krisna Yogatama)