Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Wacana Penghapusan Raskin Dikecam Keras

Rencana penghapusan program beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang diwacanakan Menteri BUMN Rini Soemarno ditentang keras

Penulis: Sanusi
zoom-in Wacana Penghapusan Raskin Dikecam Keras
Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan
Pasok Beras: Sejumlah kuli panggul memindahkan kantongan beras miskin (Raskin) di penyimpanan Bulog, Randusari, Semarang Selatan, Jateng, Rabu (23/10/2013). Sebanyak 545 kantong raskin dengan berat 15 kilogram per kantong ini akan dibagikan di tiga kelurahan setiap bulannya. Raskin merupakan bantuan beras pemerintah untuk kalangan warga kurang mampu. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana penghapusan program beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang diwacanakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno ditentang keras oleh para pakar pangan karena dinilai meresahkan masyarakat.

Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Universitas Andalas, masyarakat lebih resah dengan wacana penghapusan Raskin, ketimbang penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

“Hasil kajian kami, dalam survei yang dilakukan pekan ini, masyarakat lebih suka kebutuhan pangannya terjamin ketimbang jaminan BBM. Kalau Raskin dihapus, masyarakat bisa chaos," ujar Ketua Tim Independen Kajian Pangan Universitas Andalas, Jhon Farlis, kemarin.

Jhon mengingatkan, sejarah mencatat hancurnya negara-negara sosialis seperti Uni Soviet, berawal dari kesalahan dalam kebijakan pangan. Menurutnya, kalau senjata minim, negara hanya perlu berdiplomasi dengan musuh di luar. Tapi kalau pangan yang krisis, Negara berhadapan dengan rakyatnya.

Jhon mengaku heran dengan rencana menteri BUMN menghapus Raskin. Sebab, menurutnya, selain tidak berwenang menggulirkan kebijakan Raskin, sang menteri tidak memahami bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan azasi yang wajib dilindungi oleh negara. Begitu pula subsidi pangan dibatasi hanya bagi masyarakat dengan persyaratan ketat. Sementara BBM sebagai kebutuhan sekunder disubsidi penuh untuk seluruh masyarakat.

“Selama ini pemerintah begitu ketat dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat, tetapi terlalu longgar dan royal dalam menyubsidi BBM. Orang ingin memperoleh Raskin harus dengan syarat tertentu. Tapi BBM bersubsidi, orang kaya pun boleh menikmatinya. Padahal secara nominal, subsidi pangan ini terbilang kecil dibanding subsidi BBM,” tuturnya.

Menurut Jhon, subsidi pangan, khususnya Raskin, saat ini perlu diperluas jangkauannya. Bukan malah dikurangi, apalagi dihapuskan. Dalam APBN 2015, besaran subsidi pangan untuk Raskin dianggarkan Rp 18,9 triliun, sementara subsidi BBM mencapai Rp 291 triliun.

Berita Rekomendasi

“Padahal, seandainya 240 juta masyarakat Indonesia digratiskan berasnya, APBN hanya mengeluarkan sebesar Rp 216 triliun per tahun. Rakyat senang walaupun BBM naik, tapi beras aman. Jadi seharusnya Raskin ini diganti dengan Rasmas, beras untuk seluruh masyarakat. Sehingga yang menikmati beras murah tidak terbatas pada masyarakat miskin saja,” usulnya.

Rencana menggantikan pola pembagian Raskin dengan e-money, menurut Jhon, juga sangatlah riskan dan butuh biaya yang lebih mahal. Belum lagi efek e-money yang membuat masyarakat konsumtif tanpa arah.

“Tak ada jaminan masyarakat menggunakan e-money itu untuk membeli beras. Dengan Raskin ini dua sekaligus yang diatasi pertama kerawanan pangan ke dua kerawanan ekonomi. Kalau e-money terkesan demokratis, masyarakat bisa membeli apap pun. Tapi masalah kerawanan pangan tidak teratasi. Saat ini 95 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi beras. Kalau beras tidak disubsidi, harga di pasar bisa kacau,” imbuhnya.

Sementara Pakar Pertanian Univesitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS), Tuhana, mengungkapkan rencana menghapus Raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan UU Pangan. “Dari sisi regulasi, negara wajib memberi perlindungan sosial kepada masyarakat miskin, terutama soal pangan. Dalam hal implementasi, kebijakan mengganti Raskin dengan e-money bisa menimbulkan banyak masalah baru,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, para pakar pertanian dan pangan di Solo juga melakukan kajian khusus terkait rencana yang digulirkan Rini Soemarno tersebut. Sebab, selain meresahkan masyarakat, penghapusan Raskin juga akan berimbas pada ketahanan pangan dan shock culture di masyarakat.

“Di daerah isu ini berkembang dan meresahkan. Raskin ini kan awalnya bertujuan mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah. Beras langsung dikonsumsi oleh masyarakat kalau diganti uang bisa menimbulkan banyak masalah baru. Masyarakat bisa terjebak pola konsumtif akut. Karena tak ada jaminan e-money itu akan digunakan untuk apa,” ujarnya.

Ia berharap Pemerintah mempertahankan Raskin dengan perbaikan dari sisi aturan dan implementasi. Yakni dengan mempertegas petunjuk teknis, pemantauan dan pengawsan terhadap program serta memberi reward dan punishment yang sesuai bagi pelaksana Raskin.

“Kalau Raskin diganti e-money, ini berbahaya. Karena Raskin sangat bermanfaat buat masyarakat. Implementasinya saja diperbaiki, distribusi dan indikator yang berhak agar berjalan ideal dan tepat sasaran. Selain itu, hubungan tim raskin pusat, provinsi dan kota harus satu persepsi terkait program raskin ini, dari koordinasi hingga pengawasannya,” paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas