Pengamat: Komite Reformasi Tata Kelola Migas Hanya 'Lip Service' Rezim Jokowi-JK
Lebih ekstrem, hal itu dinilai sebagai langkah taktis memuluskan rencana jahat menyerahkan pengelolaan aset-aset strategis negara kepada pihak asing.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah aktivis dan pemerhati energi memandang penunjukan Dwi Sutjipto sebagai Dirut PT Pertamina (Persero) merupakan langkah blunder pemerintah.
Lebih ekstrem, hal itu dinilai sebagai langkah taktis memuluskan rencana jahat menyerahkan pengelolaan aset-aset strategis negara kepada pihak asing.
Begitu disampaikan pengamat dari Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) M Hatta Taliwang.
Menurutnya, pemilihan Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama Pertamina sudah dalam desain yang arahnya meliberalisasi pengelolaan energi nasional.
Penunjukan ini pun memperkuat anggapan bahwa keberadaan Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas (KRTKM) yang diketuai Faisal Basri hanyalah tameng mengelabui kebijakan-kebijakan yang sudah diskenario pemerintah Jokowi-JK.
"Dari awal saya katakan, pembentukan Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas (KRTKM) hanyalah lip service rezim ini saja. Itu LSM enggak jelas," kata Hatta Taliwang kepada dimintai pendapatnya melalui telepon, Minggu (30/11/2014).
Hatta mengatakan KRTKM merupakan lembaga semu yang tak akan mampu menghadapi mafia migas.
Menurutnya, Dahlan Iskan selama menjabat menteri BUMN pun tak sanggup memberantas mafia migas, apalagi Faisal Basri yang tak punya track record lebih baik.
"Emangnya Faisal Basri punya track record luar biasa apa? Coba cek apa prestasinya selagi menjadi ketua KPPU. Tidak hebatkah," kata Hatta.
Dalam kondisi ini, Hatta semakin pesimistis pemberantasan mafia migas dapat berjalan baik.
Apalagi, kata dia, ditambah dengan penunjukan Dwi Soetjipto sebagai dirut PT Pertamina yang sama sekali tidak memiliki rekam jejak mumpuni mengelola sektor energi.