Ini Penyebab Harga Tanah Terus Naik
Harga tanah dalam satu dekade terakhir melonjak tak terkendali. Tak hanya di sekitar kawasan Jadebotabek, melainkan juga di daerah
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga tanah dalam satu dekade terakhir melonjak tak terkendali. Tak hanya di sekitar kawasan Jadebotabek, melainkan juga di daerah. Pertumbuhan harga bisa mencapai ratusan persen hanya dalam setahun.
Sebut saja harga lahan di daerah Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara yang melonjak hingga 500 persen. Pada 2013, harga di daerah tersebut sebelumnya hanya Rp 1 juta per meter persegi, saat ini berada pada level Rp 5 juta per meter persegi.
Kemudian harga tanah di Cisauk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jika pada tiga tahun lalu hanya bisa dijual Rp 200.000 per meter persegi, kini saat raksasa properti seperti Sinar Mas Land agresif membangun di kawasan itu, harga lahan melejit menjadi Rp 3 juta per meter persegi.
Di dalam area pengembangan BSD City sendiri milik Sinar Mas Land Group yang mencakup wilayah Cisauk sudah menyentuh level Rp 11 juta hingga Rp 16 juta per meter persegi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, menyebut ada empat hal utama penyebab melejitnya harga tanah selama satu dekade terakhir.
"Pertama, penguasaan tanah oleh pemodal (pengembang), investor dan kumpulan pemilik modal. Mereka membeli lahan dalam skala ribuan hektar untuk kemudian diolah dan dijual kembali," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Jumat (5/12).
Dia melanjutkan, faktor kedua adalah tingginya biaya pematangan lahan. Mulai dari registrasi, sertifikasi hingga perizinan pengembangan di atasnya.
"Ketiga, langkanya akses dan infrastruktur yang berkualitas untuk tanah yang dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha. Ini menyebabkan biaya perolehan lahan sangat tinggi," tutur Bernardus.
Keempat, tambah dia, terdapat ketidakaturan dan amburadulnya kondisi administrasi dan manajemen pertanahan (land register dan land management).
"Untuk mengatasi melonjaknya harga lahan gila-gilaan, pemerintah harus secara serius melakukan agenda reformasi pertanahan (land reform), melakukan pendataan dan manajemen tanah menuju rejim statutory system yang mumpuni," jelas Bernardus.
Reformasi pertanahan juga harus disertai dengan perencanaan tata ruang dan tata guna lahan sebagai panglima pemanfaatannya. Dengan demikian, redistribusi ruang dan tanah dapat terjadi untuk mencapai sasaran negara demi pemerataan kemakmuran.
Selain itu, tambah Bernardus, pemerintah harus menargetkan bahwa reformasi pertanahan akan menjamin ketersediaan lahan yang cukup untuk kemandirian ekonomi, ketahanan pangan sekaligus pertahanan dan keamanan negara. (Hilda B Alexander)