Waspada, 75 Persen Bangunan di Jakarta Berpotensi Ambruk?
Dradjat menuturkan, praktik kecurangan tersebut terlihat dari pemilihan material dan pengerjaannya yang seringkali dilakukan dengan tidak benar.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 75 persen bangunan di Jakarta berpotensi mengalami kerusakan berat bahkan runtuh karena dibangun dengan material yang tidak sesuai spesifikasi.
Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Dradjat Hoedajanto mengatakan hal tersebut terkait kualitas bangunan gedung-gedung tinggi di Jakarta, saat ditemui kepada Kompas.com, di kantornya di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (7/1/2015).
Potensi kerusakan dan ambruknya banungan, kata Dradjat, disebabkan ulah nakal para kontraktor. Seringkali mencari celah demi meraup keuntungan besar.
"Misalnya sudah direncanakan dengan baik, tapi pelaksanaannya tidak mengikuti ketentuan itu. Entah dia (kontraktor) mau nyolong nyari duit sendiri, entah dia harus kasih setoran," ujar Dradjat.
Dradjat menuturkan, praktik kecurangan tersebut terlihat dari pemilihan material dan pengerjaannya yang seringkali dilakukan dengan tidak benar. Padahal, Indonesia sendiri berpotensi mengalami bencana yang besar, mulai dari gempa, banjir, dan longsor.
Meski begitu, menurut Dradjat, hal tersebut bukan semata-mata kesalahan kontraktor. Sebagian besar dari mereka terkadang menghadapi tekanan dari pemilik proyek bahwa biaya pembangunan harus tetap murah.
"Sebagian dari pembangun mencari keuntungan dengan memasukkan gedung ke pihak asuransi. Padahal tahu sendiri kualitas asuransi di Indonesia. Mereka juga tidak mau ambil risiko. Kalau potensi rusaknya tinggi, pasti presentasi asuransinya juga tinggi," jelas Dradjat.
Dia menambahkan, dalam membangun gedung yang benar-benar tahan gempa, kontraktor harus menyesuaikan pada peraturan Beban Gempa SNI 03-1726-2002. Meski sudah berpedoman pada peraturan tahun 2002 sekalipun, hal tersebut tidak menjadi jaminan bahwa bangunan aman dan tidak roboh.
Peraturan tahun 2002 ini menyebutkan bahwa beban gempa di seluruh Indonesia adalah 15 kali dari percepatan gravitasi. Sementara saat ini, beban gempa sudah bertambah dua kali lipat lebih.
"Bayangkan kalau dari peraturan lama yang dengan beban gempa sebesar 15 kali percepatan gravitasi saja mereka tidak mengikuti, bagaimana gedung-gedung tidak rawan roboh?," tandasnya.
Penulis: Arimbi Ramadhiani