Pelarangan Alkohol di Minimarket Dinilai Tak Efektif
Produsen minuman beralkohol kehilangan peluang menjual produk di minimarket.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen minuman beralkohol kehilangan peluang menjual produk di minimarket. Aturan anyar ini dapat menekan kinerja penjualan emiten produsen minuman beralkohol. Tapi, analis memperkirakan, dampaknya tak signifikan.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Penjualan minuman beralkohol golongan A, yakni yang memiliki kadar alkohol di bawah 5 persen dilarang di minimarket. Penjualan hanya boleh di supermarket atau hipermarket. Namun, larangan ini tak berdampak signifikan bagi total penjualan para produsen minuman beralkohol, seperti PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dan PT Delta Jakarta Tbk (DLTA).
MLBI memproduksi berbagai merek minuman beralkohol, seperti bir Bintang dan Heineken. Sedangkan produk DLTA di antaranya, Anker Beer, San Miguel Beer, Anker Stout, Kuda Putih, dan Carlsberg Beer.
Reza Priyambada, analis Woori Korindo Securities, mengatakan, selama ini produsen minuman beralkohol banyak memasarkan produk mereka di kafe, bar, atau klub malam. Sedangkan penjualan di minimarket terbilang kecil.
"Minuman beralkohol yang dijual di minimarket juga bisa dibilang tidak terlalu laku," paparnya kepada Kontan, Minggu (25/1/2015).
Sementara, William Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya Securities, berpendapat, larangan penjualan minuman beralkohol pasti berdampak pada penjualan MLBI dan DLTA, meskipun tidak terlalu signifikan.
Pasar terbatas
Selain larangan tersebut, pasar minuman beralkohol di Indonesia cenderung terbatas. Hal ini terjadi lantaran konsumen minuman beralkohol hanya kalangan terbatas dan hanya di tempat-tempat tertentu. Apalagi, mayoritas penduduk Indonesia muslim, sehingga mengharamkan konsumsi minuman beralkohol.
Menurut Reza, peminat minuman beralkohol lebih banyak menikmati di kafe atau klub malam. Untuk itu, produsen minuman beralkohol akan lebih terancam jika ada peraturan daerah yang menutup tempat-tempat hiburan malam. Nyatanya, berbagai kafe dan tempat hiburan malam masih diminati banyak pengunjung. Bahkan, para pengunjung tempat-tempat tersebut semakin bertambah.
Namun, upaya pemerintah memperbaiki generasi muda agar menjauhi minuman beralkohol bisa menjadi tantangan berat bagi para produsen. William melihat, pemerintah tengah gencar dalam memperhatikan perkembangan generasi muda saat ini. Contohnya pada industri rokok. Berbagai peraturan peraturan pemerintah terkait rokok menyebabkan industri ini meredup.
Untuk itu menurut William, produsen minuman beralkohol perlu memikirkan strategi bisnis lebih lanjut, misalnya memperluas pasar ekspor. Selain itu, produsen minuman beralkohol juga perlu mengadakan inovasi, khususnya untuk produk yang lebih banyak pasarnya. Seperti MLBI yang memproduksi minuman tanpa alkohol dengan merek Green Sands. (Wuwun Nafsiah)