Pemerintah Diminta Hentikan Black Market Impor Pangan
Pemerintahan Presiden Jokowi dinilai telah menunjukkan komitmen kuat mewujudkan tekad kemandirian pangan. Kususnya beras di tanah air.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Jokowi dinilai telah menunjukkan komitmen kuat mewujudkan tekad kemandirian pangan. Kususnya beras di tanah air.
Namun seiring dengan pemberlakuan Pasar Bebas ASEAN pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ini, pemerintah diminta juga harus menghentikan banyaknya black-black market komoditas pangan yang membuat harga pangan impor, utamanya beras sangat murah di tanah air.
Permintaan tersebut disampaikan secara terpisah oleh pakar pertanian dari Universitas Hasanudin, Makassar, Prof. Dr. Muslim Salam, M.Sc, dan peneliti senior CIDES Hilmi Rahman Ibrahim, Kamis (5/2/2015).
Prof.Dr. Muslim Salam menjelaskan, ada beberapa pilar terkait dengan kemandirian pangan itu, yaitu faktor ketersediaan yang terkait dengan produk; masalah distribusi antar satu daerah dengan daerah lain; serta keterjangkauan daya beli masyarakat.
Dari ketiga pilar itu, menurut Muslim Salam, pemerintahan Presiden Jokowi memiliki tekad kemandirian pangan, khususnya beras dalam 2-3 tahun mendatang, yang sangat kuat.
Ia memuji pemerintah, yang tidak saja sangat concern dengan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi, tetapi juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk mendukung upaya mewujudkan kemandirian pangan itu.
"Dalam pandangan saya, sejak jatuhnya Orde Baru itu perbaikan irigasi tidak kontinyu dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, lahan pertanian juga menyempit akibat konversi, dan tidak ada varietas-varietas baru yang dikembangkan untuk diproduksi secara massal," kata Muslim.
Sementara pemerintahan Presiden Jokowi, lanjut Muslim, secara gencar menunjukkan keberpihakan kepada sektor pertanian, dengan melakukan upaya mewujudkan kemandirian pangan.
"Komitmen pemeritah sekarang dalam pengembangan infrastruktur pertanian ini masih cukup baik, karena pemerintah dalam 2-3 tahun ini akan terus membangun jaringan irigasi. Bagus juga, kalau pemerintah akan mencopot Menteri Pertanian kalau tidak mencapai target kemandirian itu," tambahnya.
Namun diakui oleh doktor pertanian dari sebuah universitas di Jepang itu, jika dikaitkan dengan kesiapan menghadapi era Pasar Bebas ASEAN terkait dengan pelaksanaan MEA 2015, apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini belum cukup.
Sebab, lanjut Muslim, di ASEAN kita memiliki dua pesaing kuat di sektor pertanian, yaitu Thailand dan Vietnam.
Menurut Muslim, dalam 2-3 tahun mendatang mungkin produk beras kita bisa swasembada. Namun di sisi lain, produk beras kita masih akan kalah bersaing baik dari sisi kualitas maupun harga dengan dua negara tetangga itu.
Libatkan Surveyor
Peneliti CIDES yang juga dosen Fisip Universitas Nasional Jakarta, Hilmi Rahman Ibrahim mengusulkan agar Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Pertanian perlu melibatkan lembaga surveyor baik Sucofindo maupun Surveyor Indonesia sebagai Instrument Pengendalian dan Pengawasan.
"Pengendalian maupun Pengawasan dimaksudkan agar Sucofindo maupun Surveyor Indonesia dapat membantu Pemerintah melakukan survey dan monitoring atas kebutuhan ril pangan yang perlu diimpor," kata Hilmi.
Sementara untuk pengawasan, menurut Hilmi, menjadi Instrumen Pemerintah di lapangan, untuk mengaudit atau mengevaluasi impor pangan yang cukup tinggi, dan sering kali tumpang tindih antara kebutuhan dan kegiatan impor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.