Mulai April, Masuk Jalan Tol Bakal Kena Pajak 10 Persen
Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mengusulkan pajak pertambahan nilai (PPn) 10 persen terhadap tarif tol diberlakukan mulai 1 April
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengusulkan pajak pertambahan nilai (PPn) 10 persen terhadap tarif tol diberlakukan mulai 1 April 2015.
Direktur Peraturan Perpajakan, I Irawan, mengatakan seharusnya pajak untuk masuk tol sudah dikenakan sejak 2003. Namun pemerintah selama ini melihat industri jalan tol masih belum berkembang dibandingkan saat ini.
"Sejak 2003 pengenaan pajak jalan tol terus ditunda," ungkap Irawan, Kamis (5/3/2015).
Alasan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ingin mengenakan pajak pada tarif tol saat ini, yaitu melihat dari peningkatan ekonomi. "Waktunya sudah pas," kata Irawan.
Irawan menilai, jika PPN ditunda lagi maka momentumnya bisa hilang. Dampaknya adalah target penerimaan PPN bisa tidak tercapai.
Meski ada indikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta penundaan pengenaan PPN jalan tol karena pertimbangan inflasi, Ditjen Pajak tetap optimistis tetap diterapkan mulai 1 April nanti.
Saat ini, Ditjen Pajak tengah berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu untuk menghitung asumsi inflasi jika ada pungutan PPN untuk tatif tol. Jika hasilnya rendah, maka kebijakan ini akan jalan terus.
Ditjen Pajak, kata Irawan, juga tengah menunggu turunnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang penetapan tarif baru jalan tol pasca pemberlakuan PPN sebesar 10 persen.
Sementara itu Kasubdit Peraturan PPn, Perdagangan, Jasa, dan PPLL Oktra Hendrarji menjelaskan bahwa sektor jasa transportasi sudah banyak diberikan subsidi. Selain itu 90 persen pengguna jalan tol adalah kendaraan pribadi.
Dengan banyak faktor, Oktra berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian PU-Pera sebagai regulator teknis jalan tol mendukung pengenaan tarif pajak mulai 1 April mendatang. "Sektor transportasi sudah terlalu banyak diberikan subsidi," kata Oktra.