Menperin: Revisi Permendag Ekspor Timah Mampu Tekan Ekspor Ilegal Timah
Saleh Husin mengatakan, adanya revisi Permendag ekspor timah ini pastinya akan mempersulit pihak-pihak yang melakukan pengakalan HS Code.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian optimistis ke depan ekspor ilegal timah akan berkurang, pasca Menteri Perdagangan merivisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah dan menerbitkan Permendag Nomor 33/M-DAG/PER/5/2015.
Permendag akan berlaku pada 1 Agustus 2015 dan diharapkan dapat menjaga lingkungan hidup dan sekaligus menjaga Sumber Daya Alam (SDA) agar tetap berkelanjutan.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, adanya revisi Permendag ekspor timah ini pastinya akan mempersulit pihak-pihak yang melakukan pengakalan HS Code atau harmoonized system pada ekspor timah, yang awalnya 3 HS Code kini menjadi 8 HS Code.
"Ekspor akan lebih terkontrol. Sekarang ini kan banyak yang memanfaatkan HS Code, untuk solder itu 3 HS Code, diakalin dan dibuat menjadi asbak dan guci kemudian diekspor. Padahal di sana (negara penerima ekspor) diolah kembali," tutur Saleh di Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Menurut Saleh, produksi biji timah pada 2014 sebanyak 96 tibu ton, namun ketika masuk logam menjadi kecil jumlahnya dan ini artinya banyak yang keluar secara ilegal. Hal ini, dapat ditekan kalau aturan yang lebih rinci terkait HS Code.
"Kalau ilegal berkurang harga timah bisa terangkat dan kita bisa mengontrol harga timah, karena kita produsen terbesar timah," ucap Saleh.
Deputi V Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady menambahkan, adanya Permendag ini intinya dapat meningkatkan pengawasan administratif ekspor timah, dari hulu sampai hilir. Sehingga, hal ini dapat memberantas ilegal pertambangan maupun ilegal perdagangan timah.
Menurut Edy, saat ini penjualan timah keluar negeri dengan harga yang rendah karena kebanyakan kegiatan ekspor tidak melalui London Metal Exchange (LME). Kondisi tersebut, pastinya membuat kualitas dari timah tersebut di bawah standar dan terjadi pengambilan nilai tambah di negara pengimpor.
"Saya sepaham dan mendukung Permendag ini yang akan menjaga hulu sampai hilir. Ini nantinya harganya kita bisa yang menentukan," tutur Edy.
Harga jual timah yang rendah, kata Edy, diakibatkan masih banyaknya kegiatan ekspor timah yang ilegal dan nilainya mencapai 720 juta dolar AS. Dimana, negara tujuan ekspor timah tersebut yaitu Malaysia, Jepang. Bahkan, untuk ekspor ke Singapura sebanyak 1,2 miliar dolar AS, tetapi yang tercatat di negara tersebut hanya 618 juta dolar AS per tahun.
"Kalau kita lost setiap tahun 720 juta dolar AS dari timah saja, artinya sumber daya alam kita akan menghadapi komplen dari industri internasional, terutama industri hilir, komplen bahwa kita tidak mengawasi ekspor timah," tutur Edy.