Kemenperin Dorong Pemberian Tax Holiday untuk Pacu Industri Terintegrasi Hulu ke Hilir
pembangunan smelter atau pengolahan nikel di Morowali, Sulawesi Tenggara menjadi contoh realisasi hilirisasi pertambangan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, MOROWALI-Pembangunan smelter atau pengolahan nikel di Morowali, Sulawesi Tenggara menjadi contoh realisasi hilirisasi pertambangan. Selain mendongkrak nilai tambah dan menyedot investasi asing, hilirisasi juga menciptakan lapangan kerja baru.
"Saat ini, jumlah tenaga kerja langsung di smelter Morowali sebanyak 5000 orang. Tahun 2017 nanti, setelah unit produksi beroperasi maka tenaga kerjanya mencapai 12 ribu orang," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Morowali, Sulawesi Tengah, Jumat (29/5/2015).
Menperin hadir mendampingi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang meresmikan peresmian smelter nikel pabrik milik PT Sulawesi Mining Investment (SMI).
Pabrik ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, yang intinya dunia usaha didorong untuk dapat meningkatkan nilai tambah bagi produk-produk primer.
Menperin memaparkan, investasi smelter nikel tahap 1 ini sebesar 635,57 juta USD. Kapasitas produksi 300 ribu ton per tahun dan didukung oleh PLTU dengan kapasitas 2x65 MW.
SMI melanjutkan ekspansi dengan pabrik tahap ke-2 dengan kapasitas 600 ribu ton dengan dukungan PLTU sebesar 2x150 MW yang diperkirakan akan selesai pada Desember 2015 dengan nilai investasi sebesar 1,04 milyar USD.
Pada saat ini nilai investasi secara keseluruhan sebesar 2 milyar USD dengan penyerapan tenaga kerja sejumlah 5.000 tenaga kerja.
Selanjutnya, pabrik tahap ke-3 yang rencananya memiliki kapasitas 300.000 ton dengan dukungan PLTU 300 MW dapat diselesaikan pada akhir tahun 2017, dengan nilai investasi sebesar 820 juta USD.
"Sehingga secara total, keseluruhan kapasitas industri Nikel Pig Iron di Kabupaten Morowali akan mencapai 1,2 juta ton per tahun, yang didukung PLTU sebesar 730 MW," terangnya.
Smelter terintegrasi ini akan mendorong pengembangan industri-industri turunan dari stainless steel tersebut yang diperkirakan berjumlah 60 perusahaan industri baru. Pembangunan industri-industri diatas memerlukan investasi sebesar 5,61 milyar USD.
"Dua belas ribu tenaga kerja itu adalah tenaga kerja langsung di SMI. Artinya, penciptaan tenaga kerja akan terus meluas seiring lahirnya industri-industri turunan," ulas Saleh Husin.
Presiden Direktur SMI Alexander Barus merinci, industri berikutnya yang akan dikembangkan ialah industri stainless steel dengan kapasitas sebesar 2 juta ton, yang ditargetkan rampung akhir tahun 2017 dan diiringi dengan pembangunan industri Stainless Steel Cold Rolled Coils (CRC) dengan kapasitas 600.000 ton per tahun serta industri Stainless Steel Hot Rolled Coils (HRC).
"Industri-industri turunan itu akan membutuhkan suplier, kebutuhan logistik dan akomodasi. Serapan tenaga kerja tak langsung akan terus berlanjut," kata Alex.
Presiden Jokowimengaku bangga dan menyampaikan penghargaan kepada SMI, pemda Morowali dan Sulteng serta Menteri Perindustrian yang telah bekerja keras sehingga smelter ini dapat beroperasi.