Hingga 1 Juni 2015 Realisasi Belanja Negara Tembus Rp 600 Triliun
Hingga 1 Juni 2015, anggaran belanja negara telah tembus Rp 600 triliun.
Penulis: Sanusi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro memaparkan, belanja negara semakin cepat terealisasi. Hingga 1 Juni 2015, anggaran belanja negara telah tembus Rp 600 triliun.
"Data minggu lalu menunjukkan belanja negara tercatat sudah di atas Rp 600 triliun lebih atau 31 persen dari pagu sebesar Rp 1.984,1 triliun," kata Bambang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, kemarin.
Mengacu pada data terbaru tersebut, belanja negara berarti melonjak hampir Rp 52 triliun dalam tempo 10 hari, mengingat posisinya pada 20 Mei baru mencapai Rp 548,7 triliun atau 27,7 persen dari pagu dan pada 15 Mei sebesar Rp 540,5 triliun setara 27,2 persen dari pagu.
Menurut Bambang, posisi realisasi penerimaan negara pada 1 Juni 2015 juga sudah mencapai 31 persen.
Khusus penyaluran dana desa, Bambang memaparkan, pencairan tahap I dengan pagu senilai Rp 8 triliun, realisasinya hingga pekan lalu sudah mencapai Rp 7,1 triliun.
"Hampir semua desa sudah membuat peraturan bupati," ujar dia.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengajukan pagu indikatif tahun anggaran 2016 sebesar Rp 32,6 triliun, atau naik 6,08 persen dari APBN-P 2015.
"Pagu indikatif Kementerian Keuangan tahun anggaran 2016 diajukan dengan melihat agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita) kesatu, ketiga, keenam, dan ketujuh," kata Bambang.
Nawacita kesatu berupa menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Menurut Bambang, kegiatan prioritas implementasi Nawacita kesatu antara lain berupa pelaksanaan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran peraturan perundangan, intelijen, dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai.
Sedangkan implementasi Nawacita ketiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, dilakukan dengan kegiatan prioritas antara lain perumusan kebijakan, pembinaan, dan pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa.
Selanjutnya, Nawacita keenam, yakni meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, kegiatan prioritas antara lain pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur, perumusan kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan PNBP.
Lebih lanjut Bambang memaparkan, Nawacita ketujuh, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik diturunkan melalui kegiatan prioritas perumusan kebijakan sektor keuangan, pengelolaan anggaran belanja pemerintah pusat, perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang analisis dan evaluasi penerimaan perpajakan.
"Pada 2014, pencapaian dan prestasi yang diraih Kementerian Keuangan adalah opini wajar tanpa pengecualian. Kemudian Juara I Anugerah Keterbukaan Informasi publik kategori Kementerian," kata Bambang.
Selain itu, beberapa unit kerja Kemenkeu, juga meraih predikat wilayah bebas dari korupsi, yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bojonegoro, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bangko, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Kudus dan Purwakarta.
Sembilan unit kerja lain juga mendapat predikat wilayah birokrasi bersih dan melayani, yakni KPP Wajib Pajak Besar III Jakarta, KPKNL Jakarta V dan Banda Aceh, KPPBC Kediri, KPPN Malang, Semarang II, LPSE Jakarta, KPP Pratama Purwokerto, dan Direktorat Dana Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan.
Dari pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2016 senilai Rp 32,6 triliun, alokasi terbesar untuk sekretaris jenderal Rp 15,59 triliun, Direktorat Jenderal Pajak Rp 9,1 triliun, Ditjen Bea dan Cukai Rp 3,92 triliun.
Pagu indikatif untuk Badan Kebijakan Fiskal dialokasikan naik 99,27 persen menjadi Rp 266,04 miliar karena Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan sidang tahunan Islamic Development Bank dan sidang tahunan World Islamic Economic Forum pada tahun depan.
"Selain itu untuk membuat kajian UU Penjamin Polis dan kajian Industrial Policy agar Indonesia bisa masuk dalam global value chains serta kajian/draft RPP/RPMK kebijakan perpajakan untuk mendukung industri migas," kata Bambang.