Pengusaha Sawit Keluhkan yang Tidak Seragam di Lapangan
kegiatan ekspor produk kelapa sawit pada saat ini terhambat dengan adanya kebijakan pungutan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha kelapa sawit mendesak pemerintah, khususnya Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit untuk mengeluarkan bentuk fisik terkait pungutan kelapa sawit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144 dan 128.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Togar Sitanggang, mengatakan kegiatan ekspor produk kelapa sawit pada saat ini terhambat dengan adanya kebijakan pungutan, karena tidak adanya keseragaman petugas lapangan yakni Bea Cukai di pelabuhan dan pemerintah pusat.
"Kita dorong regulasi itu muncul secara fisik dan sampai ke semua petugas Bea Cukai di lapangan, biar kami tidak pusing terhambat kegiatan ekspor," ujar Togar di Jakarta, Kamis (23/7/2015).
Adapun bunyi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114/PMK.05/2015 yakni Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit pada Kementerian Keuangan.
Kemudian, PMK Nomor 128 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 75 Tahun 2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakann bea keluar dan penetapan tarif bea keluar.
"Katanya ini 144 direvisi menjadi 133 dan 128 menjadi 136. Tapi ini belum ada fisiknya dan petugas lapangan yang tidak tersosialisasi menggunakan PMK yang lama, padahal sudah ada revisiannya, peraturan pungatan sudah berlaku pada 16 Juli 2015," tutur Togar.
Togar pun mendapatkan informasi pemakaian PMK yang lama berdasarkan pengusaha kelapa sawit di berbagai daerah. Di mana, terjadi ketidakseragaman antara pelabuhan satu dengan lainnya, misalnya petugas Bea Cukai di pelabuhan A menggunakan PMK yang sudah di revisi dan pelabuhan B masih menggunakan PMK yang lama.
"Adalah pelabuhannya satu di Kalimantan dan satunya lagi di Sumatera," ucap Togar.