Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Intervensi Pemerintah Ditunggu soal Ricuh Blok Cepu

Pemerintah diminta segera melakukan normalisasi di proyek minyak Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (1/8/2015) kemarin.

Editor: Sanusi
zoom-in Intervensi Pemerintah Ditunggu soal Ricuh Blok Cepu
TRIBUN/IKSAN FAUZI
Pekerja Exxon Mobil Cepu Limited yang terbakar emosinya dengan merusak sebuah kendaraan di kawasan lokasi pengeboran minyak Engineering procurement Construction (EPC-1) Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (1/8/2015). Sekitar 8.000 pekerja dari berbagai sub kontrak membakar fasilitas security, perkantoran, dan mobil. SURYA/IKSAN FAUZI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta segera melakukan normalisasi di proyek minyak Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (1/8/2015) kemarin.

Penanganan cepat dapat menghindarkan risiko paling buruk dari berhentinya produksi di dua area kerja Blok Cepu, yakni mundurnya puncak produksi.

Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pemerintah harus terlibat, khususnya soal sistem pembayaran gaji karyawan. Menurut Marwan, sudah saatnya pemerintah membuat standar gaji antara ekspatriat dan pekerja lokal yang sama dalam satu level jabatan.

"Kalau (gaji pegawai lokal) lebih rendah, sama saja merendahkan bangsa sendiri,” kata Marwan dihubungi, Minggu (2/8/2015).

Senada dengan Marwan, pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan bahwa konflik antara manajemen dan karyawan subkontrak di Cepu bisa jadi dipicu oleh akumulasi kekecewaan karyawan.

Marwan dan Pri yakin kericuhan itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap lifting minyak asalkan pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Menurut Pri, jika dua area produksi yang berhenti saat ini segera beroperasi kembali, maka penurunan lifting-nya tidak akan signifikan.

"Tetapi kalau kemudian kerusuhan itu tidak bisa segera ditangani dan kemudian merambat pada penyelesaian proyek, maka artinya puncak produksi bisa mundur lagi,” kata Pri kepada Kompas.com, Minggu.

Berita Rekomendasi

Dengan kata lain, jika penyelesaian proyek molor, maka ongkos operasi berpeluang bertambah besar sehingga bisa jadi dibebankan menjadi cost recovery. "Tapi ini nanti tergantung dari investigasinya SKK Migas dan EMCL, apakah kericuhan ini kategori force major atau gangguan operasional biasa," kata dia.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi memperkirakan, lapangan Banyu Urip mulai berproduksi pada pekan pertama April 2015. Adapun puncak produksi diperhitungkan mulai Oktober 2015 dan lifting-nya akan bertahan 205.000 barel per hari (bph) selama tiga bulan sejak Oktober.

"Untuk lifting perdana awal April. Tanggal pastinya masih menunggu konfirmasi dari pembeli mengirimkan tanker sampai ke lapangan," kata Amien.(Estu Suryowati)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas