BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Melambat
BI menilai pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih lambat dari perkiraan semula, ditengah risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih lambat dari perkiraan semula, ditengah risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi.
Perlambatan tersebut, kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, terutama diakibatkan oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat.
"Meskipun FOMC Juli 2015 sedikit lebih optimis terhadap perbaikan ekonomi, secara umum perekonomian AS pada 2015 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan I dan II 2015 yang relatif rendah terkait dengan masih lemahnya investasi non-residensial," ungkap Tirta Segara dalam siaran persnya, Selasa (18/8/2015).
Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut.
Sementara itu, perekonomian Eropa diperkirakan membaik, ditopang permintaan domestik yang menguat terkait dengan turunnya tingkat pengangguran.
Selain itu, tekanan di Yunani juga mereda setelah diterimanya persyaratan umum dana bailout oleh parlemen negara tersebut. Sebaliknya, perekonomian Tiongkok masih melemah di tengah tekanan pasar sahamnya yang terus berlanjut.
Untuk mempertahankan daya saing produk ekspornya, Bank Sentral Tiongkok melakukan devaluasi Yuan dan mengubah mekanisme penentuan nilai tukar Yuan menjadi lebih market-driven, yang juga memberikan dampak tambahan risiko tekanan nilai tukar kepada negara-negara mitra dagang Tiongkok, termasuk Indonesia.
"Perekonomian dunia yang secara umum diperkirakan melambat berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional. Di sisi lain, pasar keuangan global masih menghadapi risiko yang tinggi terkait dengan ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS dan kebijakan penyesuaian nilai tukar Yuan," jelasnya.