Menteri Susi Enggan Tingkatkan Produksi Garam karena Impor Masih Deras
Susi Pudjiastuti mengaku enggan meningkatkan produksi garam nasional utamanya yang diproduksi petani garam
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti mengaku enggan meningkatkan produksi garam nasional utamanya yang diproduksi petani garam, di tengah harga garam yang masih anjlok Rp 200 per kilogram.
“Harga (garam) anjlok, produksi (diusahakan) meningkat, ya ngapain? Kasihan (petani garam rakyat),” kata Susi di kantornya, Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Susi menjelaskan, untuk memproduksi garam, para petani garam harus bekerja keras di bawah terik matahari. Sebagai kompensasi dari usaha mereka, Susi ingin agar harga garam maksimal.
“Jadi, jangan sampai harga garam petani ‘diurukin’ garam impor, itu saja,” tegas Susi.
Lebih lanjut Susi menyampaikan, saat ini yang dibutuhkan bukanlah penambahan produksi garam nasional, melainkan peningkatan kualitas. Sayangnya, Susi mengatakan, saat ini Indonesia belum memiliki ‘refinery’ untuk meningkatkan kualitas garam rakyat.
Padahal garam dengan standar industri sangat dibutuhkan untuk beberapa jenis industri seperti industri kimia, industri farmasi, serta industri aneka-pangan. Untuk memperbaiki kualitas ini, Susi berharap PT Garam (Persero) yang sudah mendapatkan suntikan modal bisa berperan.
“Kalau mereka beli alat satu (refinery), paling tidak mereka sudah bisa 100.000 ton (garam rakyat ditingkatkan kualitasnya),” ucap Susi.
Susi menyebut, peran PT Garam (Persero) sangat ditunggu, karena petani garam rakyat juga terkendala dana untuk alat-alat produksi garam. “Petani kebanyakan tidak punya uang yang cukup. Nah, ya mungkin nanti dengan PT Garam yang tampung, PT Garam yang bekerja untuk perbaiki kualitas garamnya,” kata dia.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015, PT Garam (Persero) mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 300 miliar.
Rencananya, PMN tersebut akan dialokasikan untuk penyerapan garam rakyat dan stabilitasi harga garam senilai Rp 222 miliar, pembangunan pabrik garam olahan senilai Rp 68 miliar, pengembangan geomembran dan teknologi on-farm senilai Rp 7 miliar, dan sisanya untuk pengembangan lahan 5.000 hektare di Kupang. (Estu Suryowati)