Anggota DPR Minta BPK Audit BI
"Begitu rupiah jatuh, yang dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi," kata Misbakhun.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mendapat kritik keras karena dianggap belum bekerja maksimal menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (USD).
Pemerintah kemudian terkena cela atas penurunan nilai tukar rupiah. Padahal, BI yang sebenarnya belum maksimal melaksanaan tugasnya.
Kritikan itu muncul dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardoyo, dan Menteri Bappenas Sofyan Djalil, di Jakarta, Senin (21/9/2015.
Anggota Komisi XI DPR RI, M.Misbakhun melihat, ironi besar ketika Presiden Jokowi menyampaikan pengumumkan soal paket kebijakan ekonomi demi mengundang investasi.
Di saat yang sama, Gubernur BI Agus Martowardoyo mengumumkan Paket Kebijakan menstabilkan nilai tukar.
Masalahnya, dari beberapa kebijakan yang dibuat BI, hanya satu yang cukup fungsional, menyangkut perubahan batas penukaran valas.
"Padahal berapa besar sih pengaruh kebijakan itu? Bapak Agus Martowardoyo bilang kebijakan BI sophisticated. Saya pikir jangan presiden kita yang baik itu terpengaruh dengan klaim-klaim seakan hebat. Bagi saya, tak ada yang baru dengan kebijakan BI," kata Misbakhun.
"Soal nilai tukar ini, saya tak melihat upaya Anda (BI) sungguh-sungguh. BI bilang akan hadir di pasar dan mengintervensi. Kehadirannya dimana? Buktinya rupiah masih 14.500 terhadap USD. Anda masih berikan angka patokan Rp13.200 per-USD untuk asumsi makro RAPBN 2016. Sementara sekarang saja Rp14.500. Yang benar saja," tegas Misbakhun.
Ia kemudian meminta agar Komisi XI DPR secara tegas memasukkan kesimpulan rapat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Bank Indonesia.
Baginya, BI mengada-ada bila menolak diaudit dengan alasan takut strategi diketahui orang luar dan menganggu independensi.
"Begitu rupiah jatuh, yang dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi," kata Misbakhun.
"BI tak boleh jadi negara di dalam negara. Karena banyak bisnis di BI dimainkan Yayasan Karyawan BI. Makanya ini perlunya audit ini. DPR bisa meminta BPK melaksanakannya," Misbakhun menegaskan.