Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bencana Kebakaran Hutan Rugikan Industri Sawit

Bencana kebakaran yang melanda sebagian lahan perkebunan sawit dianggap sangat merugikan para pelaku bisnis

Editor: Sanusi
zoom-in Bencana Kebakaran Hutan Rugikan Industri Sawit
Tribun Pekanbaru/David Tobing
Kabut asap pekat terlihat menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Senin (14/9/2015). Provinsi Riau kini berstatus darurat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan melihat kondisi kualitas udara di Riau yang sudah lebih dari dua pekan berada pada level berbahaya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bencana kebakaran yang melanda sebagian lahan perkebunan sawit dianggap sangat merugikan para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut.

Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, mengatakan bencana kebakaran yang ada sekarang merugikan semua pelaku usaha di sektor sawit baik langsung ataupun tidak langsung.

Kerugian paling besar yang diderita pelaku usaha adalah intangible loss saat muncul tuduhan kepada perusahaan sawit sebagai penyebab utama kebakaran.

Padahal, perusahaan-perusahaan sawit yang mengelola lahan perkebunan itu sudah memenuhi standar operasi untuk mencegah dan memadamkan kebakaran.

"Investasi juga cukup besar dikeluarkan untuk memenuhi SOP penanganan dan peralatan kebakaran," tegas Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, di Jakarta, Senin (21/9).

Diungkapkannya, perusahaan yang memiliki izin pengelolaan lahan sudah lama menerapkan standar zero burning sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU Nomor 39 Tahun 2013 tentang perkebunan.

"Tuntutan zero burning makin menguat sejalan dengan tuntutan pasar, terutama dari buyer internasional. Selama ini perusahaan yang terkena dampak kebakaran harus berusaha memadamkan, baik dengan kekuatan sendiri atau bantuan pihak lain. Seharusnya aksi perusahaan-perusahaan ini diapresiasi, bukan malah dihukum," tegasnya.

Berita Rekomendasi

Diharapkannya, dalam melihat pembakaran pemerintah juga mengedukasi masyarakat, karena di lapangan masih terjadi pembakaran oleh petani yang ingin membuka ladang pertanian.

Joko menuturkan, ini praktik ratusan tahun dan turun temurun. Makanya melalui UU 32/2009, pembukaan lahan dengan membakar oleh petani dianggap sebagai kearifan lokal dan dibolehkan hingga luas 2 hektare.

PP 4/2001 juga menegaskan kalau petani membakar untuk buka ladang tidak boleh dipadamkan kecuali sudah ke luar ladangnya.

Ini semua juga menjadi pemicu meluasnya kebakaran disamping unsur ketidaksengajaan lainnya yang juga bisa menjadi penyebab kebakaran.

Seperti diketahui, jika merujuk dari hasil pengamatan yang dilakukan Website http://fires.globalforestwatch.org yang bekerjasama dengan World Research Institute termonitor titik hotspot dalam 1 minggu terakhir adanya titik api di hampir seluruh wilayah Indonesia, Malaysia Sabah & Serawak, Papua Nugini dan Australia Utara.

Di situs itu terlihat lahan konsesi Hutan Tanaman Industri, Kelapa Sawit dan Logging hanya berkontribusi sebesar 3 persen-4 persen dari total titik api yang dimonitor oleh satelit.

Kebakaran lahan saat ini banyak didomminasi diluar konsesi (54 persen), 41 persen pada konsesi pulp and paper, dan 1 persen pada konsesi logging. Di Sumatera, ada lebih dari 50 persen kebakaran terjadi di luar konsesi perusahaan dan di Kalimantan angka ini lebih besar, 70 persenan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas