Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jepang "Ngambek", Menteri BUMN Diminta Tanggung Jawab

"Ya tanggung jawab Menteri BUMN-lah. Proyek kereta cepat ini aneh dan 'baunya enggak enak'," ujar Agus

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jepang
KOMPAS.com/Sri Lestari
Menteri BUMN, Rini Soemarno 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemarahan Pemerintah Jepang lantaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung diserahkan kepada China dinilai sebagai konsekuensi logis. Pasalnya, pemerintah dianggap tak matang dalam menyusun suatu kebijakan.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, justru terang-terangan menyebut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai orang yang bertanggung jawab terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan dampak yang ditimbulkannya, termasuk respons kemarahan Pemerintah Jepang.

"Ya tanggung jawab Menteri BUMN-lah. Proyek kereta cepat ini aneh dan 'baunya enggak enak'," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Menurut dia, setiap keputusasaan seharusnya ditentukan secara fair karena akan memengaruhi geopolitik hubungan suatu negara. Akibat persoalan proyek kereta cepat ini, kata Agus, pemerintah harus kembali memperhatikan peta geopolitik.

"Biasa saja (respons Pemerintah Jepang) dan sebagai tanda bahwa Jokowi harus perhatikan peta geopolitiknya. Jangan asal main pilih tanpa mikir," kata Agus.

Dihubungi terpisah, pengamat kebijakan publik lainnya, Danang Parikesit, mengatakan bahwa dalam setiap kebijakan, posisi pemerintah begitu penting. Misalnya, bila mengambil contoh proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, sebelum proyek itu dilempar kepada calon investor, pemerintah harus memiliki kriteria desain yang menjadi acuan para investor.

Beberapa waktu lalu, Danang Parikesit mengaku kaget setelah mempelajari dua proposal kereta cepat Jakarta-Bandung yang disodorkan Jepang dan China. Rupanya, dua proposal itu memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda.

Berita Rekomendasi

"Membandingkan proposal Jepang dan China tidaklah relevan. Selain mereka memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda, kedalaman analisis yang disampaikan juga tidak setara. Akibat dari parameter perencanaan yang berbeda-beda ini, seolah-olah kita membandingkan sushi dengan dimsum. Enggak bisa dibandingkan," ujar Danang, Kamis (3/9/2015).

Selanjutnya, dua proposal itu seakan-akan ditolak pemerintah. Namun, pemerintah membuat berbagai syarat, di antaranya proyek itu tak menggunakan dana APBN, dilakukan secara bussiness to business (B to B), dan diserahkan kepada Kementerian BUMN.

Ternyata, beberapa hari lalu, Rini Soemarno mengatakan bahwa proposal China yang memenuhi syarat pemerintah. Padahal, sebelumnya, proposal tersebut sudah ditolak.

"Begini, soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal, kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah, kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Karena itu pula, kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakti untuk membuat joint venture agreement. "Sekarang lagi negosiasi. Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN," kata Rini.

Penulis: Yoga Sukmana

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas