Kebijakan tak optimal

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, memang tidak diatur sanksi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 apabila ada pengguna energi yang tidak melaksanakan efisiensi setelah diaudit.

Apalagi, kata Rida, kesadaran pengguna energi untuk menghemat pemakaian energi masih minim.

"Padahal, menghemat energi sebanyak 1 megawatt jauh lebih murah daripada membangun atau menghasilkan energi sebanyak 1 megawatt," kata Rida.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Maritje Hutapea menambahkan, pihaknya tengah menggalakkan kerja sama dengan kementerian dan lembaga dalam hal konservasi atau penghematan energi.

Salah satu yang sedang digagas dalam hal penghematan energi adalah lewat pemakaian panel tenaga surya sebagai energi listrik alternatif.

"Idealnya, semua gedung perkantoran pemerintah memakai panel tenaga surya di siang hari untuk menggantikan pemakaian listrik. Sayangnya, kebijakan untuk mengatur masalah tersebut belum ada," ujar Maritje.

Masalah lain yang menyebabkan belum optimalnya pemanfaatan panel tenaga surya di Indonesia adalah ketersediaan komponen panel di dalam negeri terbilang minim.

"Industri panel tenaga surya di dalam negeri belum bergairah lantaran pasar atau penyerapnya juga masih minim," kata Maritje.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan, potensi energi baru terbarukan tenaga surya di Indonesia terbilang melimpah.

Dalam luas 1 meter persegi, potensi tenaga surya adalah 1.000 watt dengan efisiensi sekitar 20 persen atau 200 watt per meter persegi. Di Indonesia, kapasitas terpasang listrik tenaga surya sekitar 22,45 megawatt.

"Untuk mengoptimalkan pemanfaatan tenaga surya di Indonesia, pemerintah bisa membuat kebijakan yang mewajibkan gedung perkantoran pemerintah ataupun rumah mewah untuk memakai listrik tenaga surya," kata Rinaldy. (APO)