Penegak Hukum Didesak Usut Pertamina soal Trader Gas Bermodal Kertas
selama ini, banyak trader tak punya fasilitas diberikan keistimewaan oleh kedua perusahaan tersebut
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI ) Boyamin Saiman mendesak agar Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan bagi-bagi alokasi gas ke trader gas yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dan anak usahanya, PT Pertagas.
Pasalnya, selama ini, banyak trader tak punya fasilitas diberikan keistimewaan oleh kedua perusahaan tersebut. "Semua penegak hukum harus berani mengusut dugaan alokasi ke trader gas. Orang yang kerjasama dengan BUMN, seperti Pertamina, kan harus jelas baik dari sisi performa, kemampuan keuangan, tidak bisa alokasi gas diberikan sembarangan," tegas Boyamin, Senin (9/11).
Boyamin menduga, jika kemudian alokasi itu diberikan ke trader gas yang modal dengkul, maka sudah bisa dipastikan ada dugaan permainan yang dilakukan.
Tentu, imbuh dia, penegak hukum harus menelisik dugaan tersebut. "Kebanyakan kan seringkali mereka para trader yang bermodal dengkul, permainan alokasi di daerah juga sering kali dilakukan di level pejabat setingkat bupati," ujar dia.
Dia menambahkan, sering kali para trader yang diberikan alokasi itu kemudian tidak memiliki pembeli siapa. Belum lagi mereka sama sekali tidak memiliki bank garansi untuk jaminan.
Alhasil, lanjut Bonyamin, negara juga pada akhirnya dirugikan. Padahal gas merupakan sumber energi primer yang harus jelas peruntukan penggunaannya.
"Selama ini keharusan menyediakan bank garansi, bahkan jika gagal tidak pernah di black list, tidak pernah diberi penalti, justru kemudian selalu diberikan alokasi lagi. Jika seperti itu patut diduga memang terjadi penyimpangan, sekarang ini alokasi-alokasi gas seperti itu makin tidak terkontrol," tegasnya.
Sebelumnya Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas juga meminta lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, hingga Kepolisian Republik Indonesia untuk lebih serius menangani berbagai dugaan penyalahgunaan di sektor migas, termasuk juga dugaan penyalahgunaan yang dilakukan Pertamina, Pertagas dan para trader gas.
Pasalnya, sering kali para trader gas hanya berbekal kedekatan politik saja, tanpa memiliki infrastruktur, kemudian tanpa berkeringat, bisa seenaknya masuk ke bisnis migas.
"Sektor energi dalam arti pengembangan yang berindikasi menjadi kasus, masih terbatas. Penegak hukum harus memberi perhatian lebih pada penyimpangan sumber daya alam, termasuk sektor migas. Sayangnya, KPK saja sampai sekarang masih di sisi pencegahan, sementara Kejaksaan dan Kepolisian jauh tertinggal," ujar Firdaus.
Kata Firdaus, penegak hukum harus jeli melihat berbagai kontrak atau jual beli migas yang ada terutama yang melibatkan Pertamina dan para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur.
"Kalau tidak diperbaiki akan semakin parah. Itu mesti diberantas. Orang tidak punya kemampuan, kemudian main di industri gas berbekal portofolio politik," tandasnya.
Dia mengingatkan, jika distribusi gas dimiliki oleh mereka yang memiliki relasi kekuasaan kuat, bahkan sebagian besar mereka yang ada di partai politik, maka makin susah ada efisiensi.
"Ke konsumen mahal, negara tidak mendapat maksimal. Padahal ini sektor energi primer, ujungnya juga bisa menambah laju inflasi. Industri juga seperti industri baja, petrokimia, keramik dirugikan karena harga gas jadi mahal akibat ulah trader gas abal-abal," tandasnya.(Yudho Winarto)