Peluang Usaha: Berbisnis Layanan Binatu Sepatu? Siapa Takut!
Sepatu yang harganya ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah tentu harus dirawat supaya awet.
Editor: Hendra Gunawan
Masing-masing outlet SAC menerima sekitar 30 pasang hingga 50 pasang sepatu untuk dicuci tiap hari. Bahkan, kata Tirta, gerainya di Yogyakarta pernah menerima hingga 90 pasang sepatu dalam sehari. Dus, kisaran omzet yang diperoleh dari tiap gerai ialah Rp 20 juta–Rp 70 juta per bulan. Tirta bilang, laba bersih yang diraup berkisar 20%–50% dari omzet. “Laba bersih itu tergantung umur outlet sudah jalan dan UMR di lokasi outlet,” sebut dia.
Banyak gerai
Layaknya usaha binatu pakaian yang selalu basah, demikian pula halnya dengan usaha perawatan sepatu. Apalagi, pemain dalam bisnis ini belum terlalu banyak seperti binatu pakaian. Namun, dari segi proses pencucian, mencuci sepatu tak sama dengan mencuci pakaian.
Beranjak dari pengalaman Yenda dan Tirta, para pemain di bisnis perawatan sepatu memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama kolektor sepatu. Sebagai kolektor, mereka tahu seluk-beluk sepatu, mulai dari material yang digunakan serta cara perawatan.
Apalagi Yenda yang sempat jadi tenaga pemasaran di perusahaan sepatu. “Sebagai staf marketing, saya dituntut punya pengetahuan tentang produk. Dari situ, saya percaya diri untuk membuka usaha ini,” kata dia. Selain itu, Yenda kerap menambah pengetahuan dengan menjelajahi situs pencarian Google dan Youtube.
Hal yang sama juga dialami Tirta. Memiliki puluhan sepatu membuatnya punya pengalaman merawat sepatu. Tirta pun rajin melakukan riset agar ia paham betul menangani sepatu dari berbagai jenis dan bentuk.
Dari segi modal, Yenda merogoh kocek sebanyak Rp 70 juta. Sebagian dari modal itu digunakan untuk membuat produk pembersih. Menurut Yenda, persaingan di bisnis perawatan sepatu sudah mulai terasa kencang. Pemain-pemain baru bermunculan, baik di ibukota maupun di kota-kota lain.
Agar bisa mengungguli pemain-pemain lain, Yenda berpikir ia harus punya produk sendiri yang membedakan Shoebible dari binatu sepatu lainnya. Produk pembersih yang ia buat diberi merek Swasher. Produk ini terbuat dari bahan minyak bunga matahari dan minyak kelapa.
Yenda sengaja membuat produk pembersih dari bahan natural. Pasalnya, saat membersihkan sepatu, tangan pasti terkena sabun pembersih. “Dengan bahan natural, sepatu bersih, efek di tangan pun tidak bahaya,” ucap dia.
Awalnya, ia memproduksi 1.000 botol Swasher. Proses produksi diserahkan pada rekannya yang sudah berpengalaman. Sebelum membuka gerai di Pasar Santa, Yenda mengikuti bazar di Brightspot, tahun lalu. Tak disangka, semua produk terjual dalam bazar selama empat hari tersebut.
Yenda pun semakin percaya diri menawarkan jasa cuci sepatu. Terbukti sampai sekarang, 70% pendapatannya berasal dari jasa pembersihan sepatu. Sisanya merupakan hasil dari penjualan produk.
Selain untuk membuat produk, Yenda menggunakan modal untuk menyewa tempat usaha, serta membeli mesin steamer dan mesin pengering. Pria yang berumur 32 tahun ini bilang, dalam tiga bulan, ia sudah mencapai titik impas dalam usaha alias BEP.
Lain ceritanya dengan Tirta. Sebelum membuka toko, ia hanya mengeluarkan modal Rp 400.000 untuk membeli satu set produk pembersih. Untuk membuka toko Shoes and Care, ia menggelontorkan modal Rp 10 juta lagi untuk membeli stok pembersih dan Rp 20 juta untuk sewa tempat.
Dalam empat bulan saja, Tirta sudah BEP. Namun karena tak mau berada pada posisi nyaman, setelah BEP, ia kerap membuka gerai baru. “Saya merasa ada keharusan untuk bekerja lebih keras untuk memutar uang,” tuturnya.
Banyaknya gerai juga untuk memudahkan konsumen menjangkau SAC. Tadinya, kata Tirta, ia tak mau membuka cabang. Namun, order untuk membersihkan sepatu semakin banyak. Dus, mau tak mau ia harus menambah gerai agar waktu pencucian tak molor.