Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Gappri: Regulasi Pemerintah Tekan Industri Hasil Tembakau

Gappri menilai industri hasil tembakau (IHT) sudah seharusnya menyandang predikat sebagai pejuang ekonomi

Editor: Sanusi
zoom-in Gappri: Regulasi Pemerintah Tekan Industri Hasil Tembakau
TRIBUN/HAYU YUDHA PRABOWO
Martam (63), petani tembakau melakukan perawatan tanaman tembakau Kalituri berusia empat bulan di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (9/9/2015). Harga tembakau kering di kawasan ini meningkat dari Rp 50.000 per kilogram menjadi Rp 60.000 per kilogram. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesial (Gappri) menilai industri hasil tembakau (IHT) sudah seharusnya menyandang predikat sebagai pejuang ekonomi bangsa pada akhir tahun ini. Pasalnya, kontribusi mereka untuk penerimaan APBN dari sektor cukai hasil tembakau sangat besar.

Namun sayangnya industri ini terus mendapat tekanan. Ironisnya, tekanan itu bukan datang dari persaingan bisnis namun dari regulasi yang ditelorkan pemerintah.

Ketua GAPPRI, Ismanu Soemiran mengayakan, IHT menyetor 95 persen penerimaan negara dari sektor cukai yang dihasilkan dari industri nasional kretek. Namun, sumbangsih yang sedemikian besar itu, seperti angin lalu bagi pemerintah.

Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.20/2015 yang mewajibkan IHT membayar cukai dimuka sebelum waktunya. Misalnya, pembayaran yang seharusnya di Januari/Februari 2016 sudah harus dibayar pada Desember 2015. Jumlahnya pun sangat besar dan dipastikan akan mengganggu pengelolaan keuangan perusahaan (cash flow).

Gappri mencatat, kurang lebih IHT setor senilai kurang lebih Rp 20 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembayaran cukai, pajak pertambahan nilai, dan pajak daerah dan retribusi pendapatan daerah.

“Ini negara disubsidi IHT,” ujar Ismanudalam keterangannya di Jakarta, Rabu (25/11). "Apa ada dalam sejarah bisnis di Indonesia seperti ini?" imbuhnya. Karena itu, IHT seharusnya layak disebut "Pejuang Ekonomi Bangsa". “Apa ada dalam sejarah ekonomi kita, industri yang mampu membayar seperti itu,” tegasnya.

Ismanu pun tak habis pikir dengan sikap pemerintah yang memaksa IHT untuk setor cukai lebih awal. Dia mengungkapkan, betapa beratnya IHT saat ini menyediakan uang cukai yang disetor di depan itu.

Berita Rekomendasi

"Dengan instrumen kebijakan dan siasat apa yang akan digunakan oleh IHT untuk memenuhi target tersebut? Bisa ndak pemerintah mencarikan cara bagaimana IHT bisa setor cukai yang nilainya sebesar 2,5 kali nilai transaksi satu bulan,” kritik Ismanu.

Tanpa tekanan cukai seberat itupun seberanya kinerja IHT terus melemah sehingga harus memutus hubungan kerja dengan puluhan ribu karyawannya. Tahun lalu, IHT sudah mem-PHK setidaknya 10.000 pekerja. Tahun ini jumlah itu bertambah menjadi 15.000 pekerja dan diperkirakan akan melonjak sangat besar di tahun depan.

Jumlah pabrik rokok pun menyusut drastis, sejak 2009, ada 4.900 pabrik rokok. Dengan kenaikan tarif cukai tiap tahun, akhir 2014 hanya tinggal 600 pabrik. “Itu pun yang aktif mengajukan pita cukai hanya 100, sisanya 500 hampir kolaps,” pungkas Ismanu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas