Meski 'Business to Business' Proyek Kereta Cepat Harus Ada Izin dari DPR
izin dari DPR diperlukan untuk proyek kereta cepat karena menggunakan anggaran yang tidak sedikit, sekitar Rp 77 triliun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski proyek kereta cepat Jakarta-Bandung digarap dengan sistem business to business dan tanpa menggunakan anggaran negara namun hal tersebut tetap harus melalui izin DPR terlebih dahulu.
"Tetap diperlukan izin karena menyangkut 4 BUMN yang asetnya dimiliki negara. Kan ada UU-nya BUMN itu, dimana kekayaan negara yang dipisahkan, itulah BUMN itu," kata Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Tohir, Rabu(27/1/2016).
Tidak hanya itu, izin dari DPR diperlukan untuk proyek kereta cepat karena menggunakan anggaran yang tidak sedikit, sekitar Rp 77 triliun.
Terlebih lanjut Hafisz hal tersebut menyangkut aset negara dimana ada keterlibatan empat BUMN yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT KAI (Persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
"Kadi kalau ditanya tidak perlu izin parlemen, salah itu. Kecuali yang kerja itu Sinar Mas, swasta," ujar Hafisz.
Komisi VI DPR lanjut Hafidz juga tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan mengenai proyek kereta cepat tersebut.
Padahal katanya proyek kereta cepat tersebut termasuk kerjasama internasional dan ada Undang-undang atau aturan yang mewajibkan adanya izin dari parlemen.
"Lah kita mau bicara bagaimana, mau bicara transportasi kereta cepat bagaimana, keuangannya bagaimana, kami tidak bisa jawab. Kami tidak punya proposalnya, kami juga sudah sampaikan kepada rapat dengan kementerian ketika itu, bahwa kami disini tidak dalam posisi menerima konsep tersebut. Kalaupun kerjasama tersebut dilakukan b to b, maka tetap saja mengacu kepada UU kerjasama internasional, dimana parlemen diperlukan izinnya ada itu UU-nya, itu kan kerjasmaa internasional," kata Politikus PAN ini.
Yang jelas,menurut Hafisz secara kajian kasat mata proyek kereta cepat itu terburu-buru karena hanya dalam waktu enam bulan langsung diambil keputusan.
Berikutnya, ada perbandingan antara yang dilakukan Iran, persis dengan perusahaan yang sama, biaya yang dikeluarkan hanya separuh dari biaya total proyek di Indonesia dengan panjang yang hampir dua kali lipat dari Jakarta-Bandung.
"Walaupun disana flat, disini gunung tetapi dengan dua perbandingan itu saya kira ini sudah patut di diligent, diperiksa kebenaran akan besaran investasi tersebut. jangan sampai nanti di ujungnya jadi masalah, aset BUMN jadi sandera," katanya.