TNI AU Keberatan, Trase Proyek Kereta Cepat Membahayakan Aktivitas Militer
Lokasi tersebut bisa berdampak negatif bagi pelaksanaan tugas bandara sebagai pangkalan militer.
Editor: Choirul Arifin
JAKARTA. Mega proyek andalan prioritas Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni kereta cepat Jakarta-Bandung terus menuai kontroversi.
Setelah pro dan kontra atas analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) selesai, protes kini datang dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dan Geofisika (BMKG).
Lewat surat bernomor B/65-09/21/16/Disfaskonau, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menyampaikan keberatan ke Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmayanto atas pemanfaatan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma sebagai salah satu lokasi stasiun proyek kereta cepat.
Lokasi tersebut bisa berdampak negatif bagi pelaksanaan tugas bandara sebagai pangkalan militer.
Agus menyarankan lokasi stasiun dipindah di tanah TNI AU yang ada di Cipinang Melayu yang punya luas 20 hektare (ha), ketimbang lokasi awal di Halim yang cuma delapan hektare. Namun, untuk bisa memanfaatkan lahan tersebut, Agus minta kajian lebih lanjut.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Dwi Badrmanto belum merespon saat dikonfirmasi lewat pesan singkat dan telepon.
Soal keberatan BMKG, lembaga tersebut mengingatkan ke pemerintah bahwa lokasi kereta cepat Jakarta-Bandung berdekatan dengan sumber gempa bumi yaitu sesar aktif dan zona subduksi lempeng Samudera Hindia. Alhasil, risiko gempa bisa mengadang proyek senilai US$5,5 miliar.
Hermanto Dwiatmoko, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bilang dalam rekomendasi tersebut, tingkat guncangan gempa bumi yang terjadi di area tersebut, terutama di kilometer 80 sampai 100, bisa menimbulkan dampak signifikan sehingga perlu kajian sesmologi dan ada sistem peringatan dini.
"Ini sudah kami sampaikan kepada mereka (investor kereta cepat)," katanya, Rabu (3/2/2016).
Meskipun terpampang dua kendala serius yang bisa mengganggu proyek, investor proyek kereta cepat tak patah arang.
Hanggoro Budi Wiryawan, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) bilang, bahwa setiap kendala di proyek transportasi tersebut masih bisa diperbaiki. Peluang untuk merevisi Peraturan Menteri terkait proyek ini juga masih terbuka.
Hanggoro berargumen, masih butuh penelitian lebih lanjut rekomendasi BMKG dan dari TNI AU tersebut Jika memang hasil penelitian itu berdampak negatif, KCIC siap merubah trase kereta cepat Jakarta Bandung tersebut.
"Sampaikan ke kami, nanti kami direvisi. Tapi ini juga akan merubah yang lain karena perubahan titik akan merubah desain dan pembiayaan," ujarnya.
Sebaliknya Hermanto menyebut, jika ada perubahan maka KCIC harus menyampaikan ke pemerintah. Namun, hingga saat ini, Kemhub belum menerima permintaan KCIC atas perubahan trase kereta api cepat itu.
Sepengetahuan dia, saat ini perusahaan penggagas kereta api cepat Jakarta-Bandung masih menyelesaikan revisi dokumen perencanaan dalam yang diserahkan ke pemerintah dalam bahasa Mandarin.
Kalaupun ada perubahan trase, Hermanto memastikan tidak akan ada perubahan waktu konsesi yang diputuskan pemerintah yakni 50 tahun. Pemerintah ingin investor berupaya mengembalikan imbal hasil selama jangka waktu konsesi tersebut.
Kementerian Perhubungan juga berjanji tidak akan membatasi investor kereta cepat lain masuk dalam bisnis ini. Asalkan dengan satu syarat, stasiun pemberhentian si investor harus berjarak di atas 10 kilometer (km) dari stasiun kereta cepat milik KCIC.
Reporter RR Putri Werdiningsih
Editor Sanny Cicilia
PROYEK KERETA CEPAT